Merayakan Ulang Tahun dan Puisi-Puisi Lainnya

09/05/2025

 

Merayakan Ulang Tahun

Kue berlapis vla coklat di atas meja
tetapi tak ada lilin yang menyala
atau pun nyanyian semoga panjang umur
Angin berhembus dan ilusi-ilusi
menggugurkan kue coklat 
dan melelehkan lilin
Ia meniup udara bagai api
dan menganggap 
kekosongan adalah teman
Ia memotong kue tak beraturan 
dan berceloteh
di hadapan cermin



Cangkang-Cangkang Kosong

Kaki-kaki kecil berlari melintasi awan
kelabu. Angin musim dingin menusuk 
telapak tanpa alas. Ribuan jiwa hilang
dicuri tangan-tangan besar. Kita adalah
cangkang-cangkang kosong yang berharap 
segera
mati.



Melangkah dalam Kekosongan

Pelangi adalah cara semesta 
membasuh duka dengan cahaya
Kita percaya ada masa 
ketika air mata lesap
dan bumi kembali bergelora
Pagi itu jalanan padat
oleh tubrukan-tubrukan warna
Orang-orang berlari melupakan
semua hal di belakang
Kami terus melangkah dan
melangkah, kemudian kami menyadari     
telapak tak lagi menapak
Kami jatuh dalam kekosongan



Membebaskan Jiwa

Bangunan-bangunan tua berdinding batu 
dengan potongan masa kecil mengintip
mengincar celah untuk bebas
dari belenggu penekan jiwa
Sedikit lubang pada dinding batu
maka jiwa kita akan bebas,
terbang mengudara,
dan pecah menjadi bintang-bintang
Bangunan baru tak berdinding batu
dengan bunga-bunga asoka merekah 
meluruh
membasahi tanah tak berdebu



Di Belahan Bola Lain

Di belahan bola lain, hidup berjalan 
seperti ombak berlari
diburu klakson pengendara lain 
yang ingin cepat sampai tujuan
Bolehkan aku diam sejenak di tengah padatnya lalu lintas?
Mengapa kita harus berlomba padahal tak ada yang sempurna?
Di era gempuran media sosial, hidup berjalan 
seiring pertanyaan tetangga yang diawali kata kapan 
dan kapan-kapan adalah jawaban yang kau berikan

 


Sembunyi

Ini kisah tentang kota yang hilang 
selepas pukul enam malam 
hingga pukul enam pagi 
tak ada kehidupan berjalan 
Pintu-pintu dikunci, jendela-jendela dipaku, lampu-lampu dimatikan, lilin-lilin dinyalakan, doa-doa dipanjatkan
Petang mengular dan toko serba ada menutup
Roda kereta dihentikan dan masinis 
bergegas, berlari, bersembunyi 
Pedagang asongan meninggalkan gerobak 
dengan kotak uang terbuka di tepi jalan

Seorang ibu menggendong anaknya erat-erat 
"Kita harus sembunyi, Anakku."

Erna Muti’rofianas, penikmat fiksi misteri dan fantasi. Saat ini aktif mengikuti kegiatan Bookclub Semarang, juga menulis puisi dan ulasan buku di beberapa media online.