Sebelum Hentakan Pertama
Sebelum gendang ditabuh, ada sunyi yang harus dirapal
sebuah doa sedang dijahit dari benang-benang mantra.
Asap kemenyan membubung perlahan, seperti sepucuk surat
langsung dikirim ke alamat langit yang paling purba.
Sebelum kaki merentak, hati harus lebih dulu bersih
tujuh perawan dara juga satu pemuda pilihan.
Mereka tanggalkan semua duka keluh kesah
menjadi bejana kosong yang siap diisi oleh yang gaib.
Sebelum mayang pinang dipecah, ia janji yang utuh
dipilih dari pohon paling perawan di dalam hutan.
Ia jadi kata pengantar dari sebuah permohonan
akan dibacakan oleh gerak tubuh yang paling jujur.
Sebelum tarian menjadi tontonan, ia adalah percakapan
antara kami yang fana dan mereka yang abadi.
Persembahan bukanlah sesaji untuk meminta imbalan
tapi cara kami mengatakan "permisi" pada semesta.
Siaran Langsung dari Dunia Gaib
Malam ini kami berkumpul di balai desa
menonton siaran langsung dari dunia seberang.
Tak ada layar televisi, tak ada gawai
layarnya itu arena, sinyalnya asap kemenyan.
Kaki-kaki penari itu sedang mengetik pesan
mengirim proposal penyembuhan paling mendesak.
Mulut Kumantan merapal mantra sebagai terjemahannya
agar kaum awam ini paham apa yang sedang dirundingkan.
Para penonton adalah tim suporter paling khusyuk
tugas kami: mengirim doa lewat tatapan mata.
Kami tak boleh berisik atau salah memberi komentar
agar rapat penting antara dua dunia tak kehilangan wibawa.
Saat mayang pinang itu pecah di tangan sang pemuda
kami tahu bahwa notifikasi "disetujui" telah tiba.
Siaran langsung selesai, kami pun mengucap syukur
semoga rating acara malam ini memuaskan Yang Maha Luhur.
Nota Dinas Sang Kumantan
Penyakit adalah tamu tak diundang paling keras kepala
ia datang tanpa permisi, menempati tubuh warga.
Tari Rentak Bulian dijadikan surat penggusuran resmi
yang kami kirimkan dengan materai mantra dan doa restu.
Tim negosiasi dibentuk dengan syarat tak mudah
terdiri dari tujuh dara suci juga satu pemuda gagah.
Kualifikasi utamanya: hati harus bersih dari duka
tidak terdaftar dalam satu kartu keluarga yang sama.
Mereka para diplomat yang akan menyampaikan nota dinas
langsung ke hadapan para penghuni gaib yang ganas.
Asap kemenyan adalah jaringan internet spiritual
sudah kami pakai untuk mengirim proposal.
Gendang yang ditabuh jadi ketukan palu sidang
dan mayang pinang adalah dokumen perjanjian paling agung.
Semua disiapkan dengan teliti, tanpa boleh ada cacat
agar lobi tingkat tinggi tak berakhir dengan mufakat sesat.
Di puncak acara, sang pemuda merentak setengah sadar
sesi penandatanganan MoU yang paling mendebarkan.
Mayang pinang dipecah sebagai tanda kesepakatan
bahwa penyakit setuju direlokasi ke tempat lain.
Roh baik diundang masuk mengisi kekosongan jabatan
lantas upacara pengobatan pun selesai dengan aman.
Jiwa Talang Mamak
Hutan adalah ibu kami yang paling purba
napasnya adalah angin, urat nadinya adalah sungai.
Kami percaya, kami ini daun-daun kecil
yang tak bisa hidup jika rantingnya patah.
Salah satu saja dari kami demam dan resah
itu pertanda alami bahwa ibu sedang berduka.
Barangkali, kami terlalu lama tak menyapanya
atau mengambil buahnya tanpa pernah meminta.
Kami menari bukan karena ingin dunia melihat
tapi agar ibu mendengar permintaan maaf kami.
Setiap hentakan kaki jadi cara kami mengeja doa
di atas tanah basah yang sabar menerima.
Gerakan tubuh kami adalah kata-kata sunyi
hanya bisa dimengerti oleh akar serta ilalang.
Suara gendang ditabuh begitu dalam
usaha kami meniru detak jantung hutan.
Agar jantung kami dan jantungnya kembali seirama
seperti seorang anak tertidur lelap di dada ibunya.
Tarian ini adalah bagian napas kami yang lebur
cara kami mengingat siapa kami dari para leluhur.
Kami anak hutan yang percaya bahwa obat termanjur
adalah harmoni yang dijaga selamanya dengan jujur.
Arsip Tari Rentak Bulian
Di arsip ingatan suku kami
tarian ini tak punya akta kelahiran dari sanggar seni
apalagi surat keputusan dari dinas kebudayaan.
Ia lahir darurat di sebuah balai rumah yang tegang
saat Kumantan, sang dukun, membuka rapat kerja
dengan dewan direksi dari alam gaib.
Dulu namanya upacara Bulean, sangat rahasia
sebuah forum audiensi tingkat tinggi dengan para arwah.
Tujuannya satu: menjemput semangat yang sedang pergi
dari tubuh pasien demam dan jiwanya pikun.
Setiap gerakan ibaratnya kata sandi
untuk masuk ke gerbang dunia tak kasat mata.
Para penarinya bukan seniman, tapi delegasi suci
lulus seleksi tanpa KKN atau surat rekomendasi.
Hentakan kaki mereka bagaikan pasal-pasal perjanjian
dan liukan tubuh jadi lampiran dari mantra-mantra.
Mereka menari bukan untuk tepuk tangan penonton
tapi untuk persetujuan dari para penunggu pohon.
Kini ia sering diundang ke panggung festival kota
durasinya disesuaikan, kostumnya dibuat lebih ceria.
Ia kini punya dua versi: tari versi asli untuk ritual
dan tari versi panggung untuk acara seremonial.
Kami tak pernah lupa pada salinan naskah pertamanya
masih tersimpan rapi di laci ingatan para tetua.
Jika kau menonton tarian kami di bawah sorot lampu
ingatlah selalu pada maksud juga tujuan pendiriannya.
Tarian ini pada dasarnya bukan sebuah hiburan saja
tapi doa khusyuk yang diberi raga juga gerakan.
Maria Utami berdomisili di Kota Yogyakarta. Seorang ibu rumah tangga yang aktif menulis puisi. Hal ini karena rasa cintanya pada puisi tak pernah padam. Baginya, tidak ada kata terlambat untuk terus berkarya. Ia telah beberapa kali menjadi penulis terpilih dalam berbagai event kepenulisan antologi puisi. Dapat didukung atau disapa melalui akun Instagram: @maria.oetami.