Ada Cinta di Semak-Semak, dll.

16/02/2022

WAJAH MURUNG YANG BERKABUNG

 

Wajah-wajah murung yang terkurung,

Oleh waktu kian berkabung.

Ketika tangan genggam janji,

Namun telah lama diri menanti,

Yang ada hanya berujung sakit hati.

 

Lamur sudah sorot mata yang sempat,

Terpatri dalam puisi  penuh arti.

Segenap mawar yang rekah pun mati,

Dari tangkainya yang ringkih,

Berguguran tanpa belas kasih

 

Jakarta, 2022

 

 

SKETSA JIWA


Sketsa jiwamu merekat,

Dalam kanvasku yang sepi,

Mewarnai hari dengan hitam dan putih,

Seolah suka dan duka menyelimuti,

Tubuh seorang pesakitan yang selalu,

Dilanda perih.

 

Melukismu dengan kata-kata,

Adalah cara menikam ragu dengan rasa,

Yang terbenam menjadi fosil binatang purba,

Ratusan juta tahun mengendap di dasar lautan,

Tetap terkenang dari zaman ke zaman.

 

Jakarta, 2022

 

 

LETIH MENGEJAR MIMPI

 

Berlari-lari mengejar mimpi,

Sampai lupa jika hari terlalu sepi,

Sebab kesibukan kadung sadis,

Memecut kepala ringkih,

Dengan sejuta kasih yang,

Tampak tertatih.

 

Sepasang mata mulai letih,

Menyusun makna dari keringat,

Hasil jerih payah sendiri meski memang,

Rasa begitu asin namun nikmat jika,

Diberi janji-janji yang remang.

 

Jakarta, 2022

 

 

WANITA BERMATA TEDUH

 

Penafsiran atas gerakanmu malam itu,

Bak ombak lautan yang galak,

Di tengah cuaca congkak,

Menggoyang-goyangkan perut samudera,

Jadi muntahan yang menggetarkan jiwa.

 

Terkulai lemas di tepi ranjang,

Tak kuat lagi mengimbangi geliat lincah,

Seorang wanita bermata teduh itu melambai,

Pergi dari mimpi dengan sayap sang bidadari,

Menyisakan fantasi di kepala penuh elegi.

 

Jakarta, 2022

 

 

ADA CINTA DI SEMAK-SEMAK

 

Ada cinta di semak-semak,

Rerumputan yang basah,

Sebab keringat meluncur,

Seirama alunan desah,

Begitu lancang dengan mata bergairah,

Menerkam sepi di taman hampa.

 

Rembulan tertawa sedang jangkrik,

Begitu licik menggoda sejoli,

Menikmati setiap mesra kecupan,

Dengan bibir melumat letih.

 

Sedang rindu tumbuh

Tatkala raga berdiri,

Dan saling menata rasa,

Yang sebelumnya terserak di semak-semak,

Tersimpan sebagai noda dalam benak.

 

Jakarta, 2022

 

 

SITUASI PENUH EMOSI

 

Ketika kau berlumur duka,

Biarlah daku yang menjilat,

Sekujur tubuhmu yang terluka,

Seperti anjing kelaparan!

Menyalak keras dan,

Mataku memerah senja!

 

Kenaifan menyelinap,

Dalam kulit wajahmu,

Yang lenyap segala rasa,

Memudarkan cinta yang terasah,

Menjadi tempat bangsat,

Menggigit serpihan rindu,

Yang kini berdebu.

 

Pun malam terasa sendu,

Dan ranjang telah lesu sejak,

Terserak ludah kebencian,

Lantaran waktu makin sukar,

Menyediakan cinta bagi mawar,

Yang tak mekar.

 

Jakarta, 2022

 

 

PESAN DARI KEDIP MATAMU

 

Puisiku berlari,

Bersembunyi dalam matanya,

Yang sunyi namun berseri.

 

Ketika satu kedipan,

Menebar benih pada dada yang tandus,

Mawar dan kemboja tumbuh rekah.

 

Dan ada makam menganga

Dengan tanah gembur,

Tempat ketika kasih berakhir pedih,

Dia masuk tergeletak dalam,

Keadaan yang sedih; kematian agung!

 

Kedipan kedua; klakson kendara,

Di jalan raya memecah rindu,

Jadi kepingan debu yang beterbangan,

Dan meringkuk dalam wajah yang kehilangan arah,

Menanti angin menuntunnya,

Menuju halte tempat berteduh dari hujan,

Yang turun dari awan geram.

 

Kedipan terakhir;

“Selamat tinggal” yang hening,

Pelan-pelan ragamu tertelan waktu,

Dan senyum yang dipaksakan,

Seolah isyarat dari kasih,

Yang membasi.

 

Jakarta, 2022

 

 

Ardhi Ridwansyah kelahiran Jakarta, 4 Juli 1998.  Puisinya “Memoar dari Takisung” dimuat di buku antologi puisi “Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival 2019”. Termasuk 115 karya terbaik dalam Lomba Cipta Puisi Bengkel Deklamasi 2021. Puisinya juga dimuat di media seperti labrak.cokawaca.com, Majalah Kuntum, Majalah Elipsis, Radar Cirebon, Radar Malang, koran Minggu Pagi,  Harian Bhirawa, Dinamika News, Harian Fajar, koran Pos Bali, Riau Pos, Suara Merdeka, Radar Madiun, dan Radar Banyuwangi. Instagram: @ardhigidaw. WhatsAoo: 087819823958.