Membedah “Pemuda” Melalui Single Terbaru dari Tjepi

21/06/2022

 

Sudah

Sudahi semua prasangka

Tanah

Tanah kan tetap setia

 

Mata dan mata luka

Jiwa dan jiwa gila

Hanya saja harga diri tinggi

Menumbalkan angan dan mimpi

 

Bolehkah kuseduhi kopi?

Agar lekas sembuh sepi (Prasangka, Tjepi)


 

Lagu yang sedang diputar itu sangat sopan masuk ke kuping para pendengar di ruangan yang dipenuhi orang-orang. Dentuman lantunan musik yang lambat nan tenang membuat pendengar ingin memejamkan mata untuk sesaat. Apalagi liriknya yang seolah-olah mewakili relung hati yang paling dalam membuat pikiran seperti melayang jauh dalam membayangkan arti makna dari untaian kalimat tersebut. Laki-laki berambut gondrong yang dikuncir kuda terlihat bangga dan sekilas memperlihatkan senyumannya. Dialah Cepi Sultoni,  pencipta lagu yang sedang diputar. Di usianya yang terbilang masih cukup muda yakni 22 tahun, dia telah merilis 11 lagu yang eksis di Spotify dan YouTube.

“Lagu ini berasal dari orang yang hidupnya penuh dengan ketakutan dan memiliki harga diri tinggi, sehingga dia sampai mengorbankan cita-citanya,” ujar Agus Salim Maolana sebagai salah satu pendengar yang ditunjuk untuk mengungkapkan perspektifnya terhadap lagu Prasangka, “Pemakaian kata mata luka di sini menunjukkan bahwa orang ini menderita yang teramat dalam. Boleh saya bertanya, Kang?

            “Boleh, boleh, silakan.”

            “Ini, Kang, maksud dari kalimat Bolehkah kuseduhi kopi agar lekas sembuh sepi itu gimana, ya? Apa yang diseduhi kopi itu? Mata luka-kah? Jiwa gila? Atau sepi itu sendiri?”

            Semilir angin sore menjelang malam itu menghembus lembut. Hari Jum’at tanggal 17 Juni 2022, acara bedah lirik lagu Tjepi diadakan di Seduhlur Kopi, tepatnya di daerah Panumbangan. Acara berlangsung sangat santai dan asyik, opini peropini dilontarkan untuk memaknai lagu yang didengar. Laki-laki dengan style rock dengan anting berwarna silver memimpin jalannya acara.

            “Lagu Prasangka ini sebenarnya terinspirasi dari salah satu teman saya yang selalu berprasangka buruk terhadap komunitas lain. Melalui pesannya, saya ingin mengangkat topik yang pada umumnya sering terjadi pada anak-anak muda di berbagai komunitas. Nah, penggunaan kalimat bolehkah kuseduhi kopi ini merepresentasikan sebuah ajakan untuk menyudahi semua prasangka yang ada. Kopi sebagai media untuk menyudahi itu bisa menjembatani rasa prasangka dengan cara berkumpul bersama sambil menyeduh kopi,” jelas Cepi Sultoni selaku penulis lirik.

            Lagu yang berjudul Prasangka menurut saya memiliki arti makna yang kuat. Seperti dalam liriknya yang mengatakan “menumbalkan angan dan mimpi”, yang menurut sudut pandang saya bahwa ego yang dimiliki oleh kami (anak muda---red) dapat membunuh semua keinginan dan mimpi yang dipunya. Akibat dari rasa gengsi untuk menurunkan harga diri, cita-cita menjadi taruhan.

            Semburat senja digantikan pekatnya malam, bergelas-gelas kopi membersamai hangatnya diskusi. Semakin malam, semakin banyak orang yang bergabung dalam acara bedah lirik lagu ini. Beberapa dari mereka bahkan datang dari jauh, seperti kami yang merupakan rombongan dari Langgam Pustaka harus menempuh kurang lebih 45 menit untuk sampai di tempatnya. Meskipun acara yang dihadiri ini beda dari biasanya yang selalu membedah buku, namun rasa senang membuncah dalam hati kami karena secara tidak langsung kami memberikan dukungan penuh terhadap musisi muda yang sedang merintis karirnya di bidang musik ini.

            ***

            Membuat sebuah karya lagu sampai mempublikasikannya ke khalayak umum sangat membutuhkan keberanian yang besar. Apalagi untuk seorang pemula, jalan tak selamanya mulus. Ada tantangan tersendiri bagi seorang pembuat lagu. Untuk menjadikan lagunya terkenal, tidak hanya harus memiliki nada yang bagus, tetapi juga harus berisi lirik yang memiliki pesan mendalam. Jika tidak, maka pendengar kurang menikmati lagu tersebut. Karena lagu sendiri berarti karya seni hubungan dari seni suara dan seni bahasa, sebagai karya seni suara melibatkan melodi dan warna suara penyanyinya. Dari penjelasan tersebut dapat terlihat bahwa seni bahasa menjadi peranan yang sangat penting dalam sebuah lagu. Maka proses pembuatan lagu dapat dikatakan tidaklah mudah, butuh perenungan-perenungan yang panjang dalam menciptakannya.

            Kebanyakan dari pencipta lagu sering terinspirasi dari hal-hal di sekitarnya yang menarik perhatian. Baik itu masalah sosial, ekonomi, budaya, atau bahkan masalah para remaja yang sekarang ini semakin mencuat dengan adanya pengaruh media sosial. Para pencipta lagu dituntut untuk menjadi lebih sensitif terhadap apa yang sedang terjadi, seperti yang dipaparkan oleh Cepi Sultoni di bawah ini.

“Awal memulai membuat lagu sampai dirilis ini sebenarnya iseng belaka, namun lambat laun dorongan lain muncul karena melihat fakta bahwa anak-anak muda di sekitar saya hanya menciptakan lagu untuk konsumsi pribadi. Nah, saya jadi berpikir, kenapa nggak menciptakan lagu kemudian mempublikasikannya? Hal ini akan mendorong mereka untuk lebih berani dalam berkarya,” ujar Cepi dalam sebuah wawancara singkat, Jumat, 17 Juni 2022.

            Cepi mengatakan bahwa proses penciptaan lagu-lagunya terinspirasi dari ketidak beraniannya para pemuda di sekitar untuk mulai berkarya. Laki-laki yang sudah menekuni bidang musik selama dua tahun ini memiliki motivasi yang sangat menginspirasi bagi para pemuda sekarang. Daripada menghabiskan waktu untuk hangout di kafe selama berjam-jam, lebih baik menghasilkan karya. Harapannya, para pemuda lebih berani untuk menunjukkan eksistensinya. Lagu-lagu yang diciptakan sudah saatnya dipublikasikan.

            Sebagai salah satu upayanya, Cepi yang memiliki nama panggung Tjepi ini mengadakan sebuah acara bedah lirik lagu-lagu karyanya. Bukan hanya lagu Prasangka yang dibedah, tetapi lagu lainnya juga yang berjudul Terima Kasih, Kembali Kasih, dan Ha-Nya. Semua yang hadir dituntut untuk terlibat aktif dalam sebuah diskusi. Acara diakhiri dengan live music dari beberapa penyanyi lokal. Suksesnya acara tersebut tentunya diharapkan dapat memotivasi semua pemuda-pemudi di Indonesia untuk berani dalam berkarya. Meskipun banyak tantangan yang akan dihadapi, tetapi bukankah seperti pepatah setelah hujan pasti akan ada pelangi?

            (Red: Silfi Nurhasanah)