In Memoriam Joko Kurnain (1956-2023): Dari Seniman Menuju Hidup yang Sibuk Ibadah

08/06/2023

 

In Memoriam Joko Kurnain (1956-2023):

Dari Seniman Menuju Hidup yang Sibuk Ibadah

 

Oleh: Rendy Jean Satria

(Penyair dan Jurnalis Pikiran-rakyat.com)

"Saya sekarang sibuk ibadah, Ren, engga tau kenapa, lagi pengen deket aja,” kata Joko Kurnain (JK) pada pertemuan terakhir kami di Gedung Kesenian Rumentang Siang, Bandung, pada Sabtu 8 April 2023. Saat itu bulan Ramadan. Kami berdua tidak sengaja bertemu saat menonton pertunjukan Kasidah Cinta Al Kubra karya Rosyid E. Abby, seorang dramawan gaek.

Saya datang ke tempat itu pukul 16.05 WIB untuk meliput drama tersebut untuk Pikiran Rakyat. JK duduk di barisan kedua penonton, mengenakan jaket, membawa tas, dan membawa kamera.

Setelah pertunjukan selesai, saya menyapanya seperti guru dan murid dari almamater persilatan yang sama. Saya menanyakan kabar dan berbagai hal terkait seni, sastra, film baru, dan literatur yang sedang ia baca.

Pada saat itu, JK terlihat agak berbeda. Dia lebih pendiam dan tidak banyak bicara atau bercanda seperti biasanya.

"Sekarang saya sibuk dengan ibadah, Ren," katanya dengan singkat berbisik. Saya mengira bahwa dia mungkin mengucapkan kalimat tersebut karena bulan Ramadan. Jadi, wajar jika seorang Muslim menghabiskan lebih banyak waktu untuk beribadah.

"Enggak tahu juga, pengen dekat aja," tambah JK, sambil menegaskan bahwa kesibukannya dengan 'ibadah' terjadi dengan begitu saja – tanpa dipaksakan.

Dua bulan setelah pertemuan terakhir itu, saya tidak lagi bertemu dengannya - mungkin untuk selamanya.

Hingga pada akhirnya saya mendengar bahwa JK meninggal dunia pada Rabu 7 Juni 2023.

 

Joko Kurnain yang Saya Kenal

JK tidak hanya dikenal sebagai seorang dosen di sebuah institut seni negeri di kota Bandung. Dia memiliki cakupan yang lebih luas dalam hal adab, sikap, dan petualangannya sebagai seorang seniman.

Salah satu hal yang mencolok tentang JK adalah sikapnya yang anti ghibah. Dia tidak suka ikut campur dalam urusan orang lain.

Saya ingat ketika kami sedang berdiskusi sengit tentang novel-novel Remy Sylado dan George Orwell di kantin kampus ISBI Bandung, tiba-tiba ada satu atau dua orang yang ikut nimbrung dengan membawa gosip picisan, yang mengalihkan fokus pembicaraan kami.

Tapi JK dengan tegas menegur dua orang tersebut dan mengatakan bahwa membicarakan gosip itu tidak baik bagi perkembangan karir seorang seniman. Dia mengajukan saran untuk lebih baik berdiskusi dan membicarakan karya-karya.

Tidak mengherankan dengan adab dan sikap baik seperti itu, JK tumbuh dan berkembang menjadi seorang seniman yang dihormati di Bandung.

Karir keseniman JK mencakup rentang waktu yang panjang, mencapai 44 tahun, dan mempengaruhi banyak generasi.

JK tidak hanya menjadi seorang dosen, tetapi juga memiliki pengaruh yang kuat dalam dunia seni di Bandung. Sikapnya yang baik dan keberpihakannya pada diskusi yang konstruktif dan demokratis telah membangun citra positifnya sebagai seorang seniman.

 

Bagai Sebuah Pribahasa

Sosok JK bisa diibaratkan seperti sebuah pribahasa jadul yang mengatakan "di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung tinggi."

Dia mampu berada dalam beberapa frame sekaligus dalam sebuah pertunjukan drama, sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diembannya.

JK adalah sosok yang total dalam pekerjaannya, tidak merasa canggung atau malu ketika menjadi seorang pekerja seni yang tidak menjadi pusat perhatian di atas panggung.

Dia patuh pada tugas yang diberikan kepadanya dan sering kali menghindari tepuk tangan penonton dengan menyelinap ke belakang panggung.

Meskipun awalnya dia adalah seorang aktor watak teater dari generasi pertama ISBI Bandung, pada waktu dan kesempatan lain, JK juga bisa memainkan peran ganda sebagai penulis naskah, sutradara, penata panggung, perancang artistik, musik, dan bahkan penata rias yang sangat berbakat.

JK lahir di Balikpapan pada 11 November 1956, dan dia memulai karirnya sebagai seorang seniman muda dengan menjadi aktor teater dalam pertunjukan karya Sophocles yang berjudul Antigone pada tahun 1981. Pertunjukan tersebut disutradarai langsung oleh Suyatna Anirun (1936-2002), seorang maestro seni drama.

Pertunjukan drama yang disutradarai Suyatna ini juga mencatat sejarah sebagai salah satu pertunjukan awal di Bandung yang sukses pentas di empat kota besar, termasuk Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Jakarta, dan mendapatkan banyak ulasan di surat kabar.

Hal ini berarti JK telah beraksi di atas panggung saat usianya masih 25 tahun dan mendapat bimbingan langsung dari Suyatna.

Pada tahun 1990, atau 10 tahun setelah debutnya sebagai aktor, JK mencoba peruntungan sebagai penulis naskah.

Naskah pertamanya yang dia buat berjudul ‘Orang-orang Bingung’ dengan pendekatan eksistensialisme yang terinspirasi dengan beberapa drama karya Iwan Simatupang.

Selain itu, saat masih muda dan menjadi mahasiswa, JK juga pernah menjadi seorang penyair pada pertengahan 1980-an dan berhasil mempublikasikan puisi-puisinya di beberapa media surat kabar, termasuk Pikiran Rakyat.

Yang menarik, puisi-puisi JK pada tahun 1980-an memiliki kekuatan dalam dinamisasi bahasa, musikalitas bunyi, dan pemilihan kata yang tidak lazim. Corak puisinya mengekspresikan perasaan ‘Aku Lirik’ dalam situasi kehidupan yang dia rasakan saat itu yang penuh dengan kesedihan.

Mari kita lihat puisi JK yang berhasil saya temukan dalam koleksi arsip pribadi saya:

 

(Puisi Joko Kurnain)

 

AKU TULANG 1

 

Aku tulang yang dilapis debunya

Kehidupan: asam, garam dan

Belerang, di sebaliknya

Luka lama

 

Aku luka lama yang terselubung

Adat dunia: manis, pahitnya

Kehidupan, di sebaliknya

Kediaman zaman

 

Aku zaman yang menangis

Oleh luka bernanah, di sebaliknya

Darah bergolak merah

 

Aku merahnya luka yang menganga

Merah, di sebaliknya

Zaman yang terluka

Oleh tulang

 

Juni 1987

 

Puisi di atas adalah salah satu puisi yang ditulis oleh JK, yang dimuat dalam H.U Pikiran Rakyat pada awal bulan Juni 1987.

Selain kemampuannya dalam menulis puisi, JK juga membantu teman-temannya dalam membuat desain sampul buku puisi mereka.

Dalam pengamatan saya, JK pernah membuat desain sampul untuk buku puisi penyair almarhum Soni Farid Maulana (1962-2022) yang berjudul 'Para Penziarah', yang diterbitkan pada tahun 1986, dan juga untuk buku puisi Juniarso Ridwan yang berjudul 'Air Mata Membara' yang diterbitkan pada tahun 2004.

Melalui pembicaraan tentang sajak, hubungan saya dengan JK semakin erat dan intens. Beberapa kali dia menghubungi saya untuk mengunjungi rumahnya.

Pada bulan Juni 2021, Agustus 2021, dan Februari 2022, JK juga pernah menunjukkan beberapa naskah puisi berupa tulisan tangan dan lembaran puisi yang pernah dimuat di koran lama untuk saya baca dan berikan catatan.

 

Dari Bandung ke New York

Dalam penelusuran saya, JK tidak hanya berkegiatan seni di Bandung, meskipun kota ini merupakan tempat utama di mana dia berkarya. Selama 40 tahun berkarir, JK telah mengunjungi beberapa negara, seperti Thailand, yang menjadi negara pertama yang dia kunjungi pada tahun 1993.

Pada tahun yang sama, JK juga mengunjungi Amerika Serikat, khususnya New York. Di sana, JK berperan sebagai penata lampu dan art director dalam pertunjukan UNICEF yang terkenal dengan judul 'Indonesian Traditional Mask 93'.

Tidak hanya itu, pada tahun 1996, JK juga mengalami dinginnya udara Rusia. Mungkin ketika dia berada di Rusia, dia membayangkan saat Alexander Nikolayevich Ostrovsky menulis The Bankrupt di tengah salju.

Di ibu kota Moskow, JK mendapat kesempatan menjadi penata artistik dalam pertunjukan Dramatari Lutung Kasarung yang disutradarai oleh Sis Triaji.

Empat tahun kemudian, JK pergi ke Kamboja untuk acara Indonesian Dance Group. Yang menarik, di negara monarki konstitusional ini, JK bertindak sebagai perancang desain poster acara.

 

Paket Lengkap Seorang Seniman

Dengan kata lain, JK adalah paket lengkap seorang seniman sejati yang patut dijadikan panutan oleh generasi penerus.

JK konsisten tidak hanya dalam berkarya, tetapi juga dalam menjaga sikapnya sebagai seniman-akademisi yang sepenuhnya berdedikasi untuk menghormati dan meningkatkan martabat institusinya, yaitu ISBI Bandung. Lain dari itu – tidak.

Seperti yang pernah ditulis JK pada tahun 2018, "Untuk tetap hidup, aku harus menuliskan kehidupan."

Sejatinya, JK telah menjalankan kalimat ini dengan meninggalkan jejak-jejak kehidupan yang diberikannya kepada orang-orang yang mengenalnya.

Setelah JK meninggal dan beristirahat abadi di pemakamannya di bukit yang jauh, banyak murid, kolega, kerabat, dan sesama seniman yang bersaksi bahwa 'JK adalah orang yang baik' dan dia sangat dicintai oleh banyak orang.

 

We Love You JK!

Rendy Jean Satria bersedih karena kehilanganmu!

Al Fatihah...

Buah Batu, Bandung

Rabu 7 Juni 2023