Feminisme dan Stigma Masyarakat

22/01/2022

 

Konon katanya perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki. Keajaiban ini lah yang telah membuat masyarakat terus menumbuhkan pola pikir bahwa wanita merupakan sosok yang lemah dan derajatnya akan selalu ada di bawah kaum adam. Namun, benarkah demikian?

 Melalui kegiatan Discution and Action (DNA), kita diajak untuk mendengar langsung bagaimana stigma tersebut telah salah ditanamkan. Diisi oleh narasumber yang merupakan sosok wanita-wanita hebat dari berbagai bidang, kita diajak untuk melihat kembali bagaimana stigma tersebut dari pandangan kaum hawa.

Dengan mengusung tajuk Menemukan Perempuan, Diskusi dan Aksi yang diadakan untuk pertama kalinya ini menghadirkan tujuh narasumber perempuan dari bidang yang berbeda. Ketujuh narasumber tersebut yakni, Naza Fitri dari bidang teater, Femmy Navawwa dari bidang barista, Widia Nurjayanti dari Konde Sartika, Dewi dari skena musik, Tiara Shaqueena dari bidang modelling, Wahyuni Rahmaningsih dari dunia pendidikan, serta Melinda Permatasari dari bidang pecinta alam dan seni.

Dipandu oleh Inggri Dwi Rahesi, acara yang diadakan di Nawnaw Aliansi ini berlangsung ramai dan hangat, meskipun diadakan dalam cuaca gerimis. Acara ini juga dihadiri oleh Bode Riswandi yang merupakan sastrawan Tasikmalaya. Diskusi yang mengusung tema keperempuanan ini berlangsung pada Jumat malam, 21 Januari 2022 dari pukul 19.00 WIB. Kegiatan ini diisi dengan pemaparan dari para narasumber terkait bidang yang mereka geluti dan bagaimana pandangan masyarakat terkait perempuan yang berkecimpung dalam bidang tersebut.

Berdasarkan pemaparan-pemaparan yang dilakukan narasumber, terdapat satu kesamaan terkait apa yang mereka alami, yakni bahwa perempuan masih dipandang sebelah mata dalam masyarakat. Bukan hanya dipandang sebelah mata oleh kaum laki-laki, bahkan sesama kaum perempuan pun masih banyak yang memiliki pandangan yang salah dengan sesamanya. Hal ini bisa dibuktikan dengan masih banyaknya komentar-komentar serta perlakuan seksisme terhadap kaum perempuan. Ada juga yang selalu beranggapan bahwa perempuan yang berkumpul dengan laki-laki dan sering keluar malam merupakan perempuan yang tidak baik. Bahkan hanya menyukai genre musik yang berbeda dengan perempuan lain pun juga dianggap sebagai kesalahan bagi perempuan.

Pandangan-pandangan negatif terkait perempuan ini lah yang perlu diluruskan dalam masyarakat. Kita bisa mengutip perkataan Inggri berdasarkan diskusi yang dilakukan, bahwa “Bukan orangnya yang salah, tapi mindset-nya yang salah.” Masyarakat harus lebih terbuka lagi dalam hal pola pikir bahwa perempuan tidak harus lebih rendah posisinya dibandingkan laki-laki. Perempuan juga mempunyai hak yang sama dalam berbagai bidang. Bahkan banyak perempuan yang sama berprestasinya dengan laki-laki dalam bidang yang mereka geluti. Kemudian jika dirunut, maka bisa dikatakan tidak akan ada laki-laki jika tidak ada perempuan.

Setelah dilakukan pemaparan sekilas oleh para narasumber terkait bidang yang mereka geluti, kegiatan ini dilanjutkan dengan tanya jawab bersama antara narasumber dengan peserta. Kegiatan ini juga sekaligus memberikan kesempatan kepada para narasumber untuk mewujudkan mimpi kekaryaan mereka sebagai perempuan yang belum terwujud dengan panduan para mentor di bidangnya selama tiga bulan. Setelah tiga bulan, karya-karya mereka akan ditampilkan dalam sebuah pertunjukkan bertajuk Jagat Karya: Menemukan Tasikmalaya. Acara ini kemudian ditutup sekitar pukul 21.00 WIB. Diskusi yang berlangsung singkat ini diharapkan akan memberikan perubahan dalam pandangan masyarakat terkait perempuan dan memberikan para perempuan kesempatan yang lebih luas lagi dalam menggapai mimpinya.

 

(Red./Fauzan)