Sorga Penuh Puisi yang Berproses Inkarnasi dan Reinkarnasi dalam Kumpulan Puisi Sebagai Daun yang Tak Lagi Raib Terbakar

03/04/2023

Sekilas kumpulan puisi Sebagai Daun yang Tak Lagi Raib Terbakar oleh Darah Api karya Adnan Guntur berisikan motivasi yang membara tanpa mengenal kata usai. Namun, kumpulan puisi yang diterbitkan oleh Langgam Pustaka, cetakan pertama Januari 2023 ini ternyata memiliki kail yang tidak sekadar untuk memantik pembaca secara eksplisit. Dengan kata lain pembaca diajak merangkai beberapa puzzle yang bagi pembaca dianggap sebuah labirin tanpa jalan keluar. 

Sebagai impresi awal, hampir setiap karyanya Adnan Guntur selalu membuat pembaca tampak kebingungan yang secara mendasar memang karyanya berisikan keabsurdan. Berbeda dengan kumpulan puisi Sebagai Daun yang Tak Lagi Raib Terbakar oleh Darah Api pembaca lebih memilih membuat jarak dengan karya agar mampu menghindari pertanyaan Apakah cara menikmati karyanya seperti ini? Yang ada pertanyaan tersebut masih menghantui pembaca meski proses pembacaan telah selesai. 

Berangkat dari ciptaan pola-pola milik pembaca, seperti ketertarikan pembaca dengan ‘sorga’ pada awal kumpulan puisi pembahasan ‘sorga’ sangatlah dekat sehingga dihadirkan judul puisi yang pembaca anggap pasti ada sesuatu tentang ‘sorga’, di antaranya Lelangit Sorga, Tak Kami Temukan Sorga, dan Sorga yang Belom Selesai. Pembaca mencoba menelusuri apa yang dimaksud dengan ‘sorga’ dalam kumpulan puisi ini. Mulailah membangun fondasi bahwa untuk mencari ‘sorga’ sesungguhnya berangkat dari empat kumpulan puisi di awal. Namun, pada puisi kelima fondasi tersebut dihancurkan dikarenakan tidak lagi menyebut ‘sorga’. Sambil membawa fondasi yang runtuh tetap penasaran ‘sorga’ pada puisi ini yang dimaksud seperti apa. Apakah benar sebagai ‘sorga’ pada umumnya? Ataukah justru ‘sorga’ yang harus berangkat dari neraka terlebih dahulu? Pembaca temukan kembali kepingan puzzle untuk ‘sorga’ di puisi-puisi berikutnya tetapi tidak seutuhnya ditemui makna ‘sorga’ yang diinginkan. Sampai pada akhirnya ada satu imaji …Sajadah tiga roda seketika kumpulan kepingan yang mulai pembaca bangun runtuh kembali. Mengapa demikian? Pembaca memahami adanya usaha untuk menunjukkan kereligiusan yang bersifat implisit tetapi jika memperbincangkan demikian pembaca akan sulit menjumpai ujung kail yang sudah dilempar ke dalam lumpur.

Pada akhirnya, pembaca menghamparkan pembacaan secara luas dan tujuan tercapai. Pembaca menemui ketidakberujungan atau terus berkelanjutan sehingga pembacaan dirasa mengalir sebagaimana saat membaca prosa. Hal ini mendapatkan pembenaran dari Aku lirik yang diinterpretasikan sedang mengusahakan adanya sisi moral dan etik yang biasanya dianggap sebagai superego. Dari sinilah sub-sub yang dihasilkan dari pembacaan tampak semakin tidak berujung. Ketika kumpulan puisi ini dianggap memiliki sub-sub terluar, sebagaimana asumsi pembaca adanya lahir, hidup, dan mati tetapi asumsi ini dapat dipatahkan dengan sekat-sekat yang tanpa sengaja sudah ada terlebih dahulu. 

Kesepakatan yang pembaca buat dengan keraguan konteks dalam karya, lebih ke arah inkarnasi-reinkarnasi. Dalam alkitab, Yohanes mengemukakan bahwasanya inkarnasi adalah firman yang bersama-sama dengan Tuhan telah menjadi manusia dan penunggalan atas kemuliaannya (Peniel, 2015). Dengan beberapa puisi di awal dapat dikatakan memiliki misi untuk menyampaikan pengalaman pribadi yang sejalan dengan reinkarnasi milik jainisme. Melalui sisi kesederhanaan sosok Aku lirik mampu membawa pembaca menuju sesuatu yang membekas. Sebagaimana dalam buku Kembali Lagi yang ditulis oleh Sri Srimad A.C. Bhaktiwedanta Swani Prabhupada (2002) menjelaskan prinsip reinkarnasi sikhisme dalam memberikan sudut pandangnya terhadap sesuatu yang lebih luas bermula dari keabadian dari menjadi manusia sampai kembali roh masih memegang tanggung jawab penuh atas karmanya sendiri (Kaler, 2016).  Hal ini dimunculkan melalui adanya tokoh-tokoh seperti keluarga, yaitu ibu dan ayah. Namun, keduanya berperan mengacau dalam konteks yang dibangun pembaca. 

Kail milik pembaca hanya tersangkut di lumpur yang berujung pada kelanjutan teori reinkarnasi yang terus-menerus berkelanjutan merujuk kepada ‘puisi’ dan ‘puisi’ sendiri yang merupakan ‘sorga’. Berdasarkan pertimbangan keberadaan makna ‘sorga’ dalam kumpulan puisi ini memilih untuk meninggalkan jejak yang memberikan interpretasi baru bahwa puisi yang berangkat dari penciptaan proses hidup di dunia, kemudian beranjak mengomentari publik, sampai mengalami kematian yang rupanya bukan sekadar menuju sorga, dan kepercayaan reinkarnasi dalam wujud Aku Lirik. Dikarenakan adanya politisasi yang dibahas secara alamiah di masa hidup menjadikan puisi Bahasa Kita adalah Impian sebagai perantara yang menjembatani pembaca menuju konteks terluar sehingga didapatkan pula suatu aktivitas buta bahasa tidak mampu menyuarakan penderitaan rakyat yang ditampilkan secara publik. 

‘Sorga’ sebagai puisi memiliki kemampuan untuk reinkarnasi dalam mengemukakan apa yang seharusnya dianggap benar secara umum bukan benar secara subjektif. Serta jejak-jejak yang ditinggalkan tidak semata meninggalkan bekas baik atau buruk melainkan kepemilikan daya yang unggul mampu menyelamatkan kesengsaraan di neraka.

 

Referensi:

Maiaweng, Peniel C. D. "Inkarnasi:Realitas Kemanusiaan Yesus." Jurnal Jaffray, vol. 13, no. 1, Apr. 2015, pp. 97-120.

Kaler, I.K. “Reinkarnasi Dalam Pemikiran Masyarakat Hindu Bali.” Unud Repository. 2016, pp. 1-19.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Biodata

Nama : Retno Asih Firnanda

No. Telp : 081931637312

Instagram : @noletwooo