Cerpen Terbakarnya Tangga ke Langit: Putusnya Hubungan Orang Bumi dengan Orang Langit

19/05/2025

 

CERPEN Terbakarnya Tangga ke Langit karya Raudal Tanjung Banua merupakan satu dari sekian banyaknya cerpen yang menceritakan konflik sosial menyebabkan adanya perubahan dalam kehidupan manusia. Cerpen ini mengisahkan tentang kehidupan orang bumi dan orang langit yang bisa saling berhubungan melalui sebuah tangga kayu ajaib. Orang bumi lebih dekat dengan orang langit daripada dengan sesamanya karena mereka lebih mudah berhubungan dengan orang langit melalui tangga kayu ajaib, dibandingkan dengan tetangganya orang bumi yang harus melewati jalan setapak yang penuh kesukaran. Akibatnya, hubungan antara sesama orang bumi tidak terjalin baik, begitu pun kemungkinan orang langit dengan orang langit. 

Sebagai salah satu genre sastra, cerpen memiliki kekuatan untuk merangkum kompleksitas kehidupan manusia dalam bentuk naratif yang padat dan simbolik. Menurut KBBI, cerpen berasal dari dua kata yaitu cerita yang mengandung arti tuturan mengenai bagaimana sesuatu hal terjadi dan relatif pendek berarti kisah yang diceritakan pendek atau tidak lebih dari 10.000 kata yang memberikan sebuah kesan dominan serta memusatkan hanya pada satu tokoh saja dalam cerita pendek tersebut. Cerpen menceritakan berbagai fenomena kehidupan sosial manusia yang dapat dikaji melalui beragam sudut pandang. 

Cerpen ini sarat akan makna simbolik yang menarik untuk dianalisis menggunakan pendekatan semiotika. Semiotika merupakan pendekatan yang mengkaji karya sastra berdasarkan tanda-tanda yang merepresentasikan hal lain, bukan hal yang sebenarnya (Naililhaq, 2020). Charles Sanders Peirce mendefinisikan semiotika sebagai kajian tentang tanda dan proses pemaknaan tanda (semiosis), yang melibatkan tiga elemen utama, Representamen (dasar tanda), Objek (hal yang dirujuk), dan Interpretant (pemaknaan). Representamen dibagi menjadi Qualisign (kualitas tanda), Sinsign (keberadaan aktual tanda), dan Legisign (norma atau makna tanda). 

Berdasarkan objeknya, tanda dapat berupa Ikon (menyerupai objek), Indeks (berhubungan sebab-akibat dengan objek), atau Simbol (bermakna konvensional). Berdasarkan interpretant, tanda dikelompokkan menjadi Rheme (bermakna terbuka), Dicent Sign (bermakna faktual), dan Argument (berisi alasan atau penjelasan). Semiosis terjadi melalui hubungan antara elemen-elemen ini untuk menghasilkan pemaknaan. 

Simbol merupakan sebuah tanda yang mengandung sebuah makna yang secara kolektif disepakati, serta tidak mempunyai hubungan langsung dengan bentuk fisiknya. Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap cerpen, ditemukan simbol dari cerpen ialah tangga kayu ajaib. Tangga kayu ajaib merupakan media untuk terhubungnya orang langit dengan orang bumi. Hal ini menunjukkan bahwa tangga kayu ajaib adalah representasi fisik yang menghubungkan antara orang langit dengan orang bumi. Tangga dalam kehidupan nyata merupakan alat untuk naik ataupun turun dari tempat yang rendah ke tempat yang lebih tinggi dan sebaliknya. Sehingga, dari cerpen tersebut, tangga kayu ajaib adalah simbol yang memiliki makna tersirat. Berikut adalah data yang terdapat dalam cerpen.

Ada sebuah tangga kayu ajaib yang memanjang dari suatu kaki bukit menembus awan-awan di langit bitu. Tangga itu menghubungkan orang bumi dan orang langit (Banua, 2017:4). 

Tangga dalam cerpen ini dapat dipahami sebagai simbol, karena maknanya tidak bersifat literal, melainkan berdasarkan kesepakatan budaya dan religius. Tangga langit sering muncul dalam narasi-narasi spiritual, termasuk dalam Kitab Kejadian 28:12: “... tampaklah sebuah tangga berdiri di bumi dengan ujungnya sampai ke langit; dan lihatlah, malaikat-malaikat Allah naik turun di tangga itu.”

Tangga melambangkan keterhubungan antara dunia manusia dengan dunia Ilahi. Ia menjadi simbol spiritualitas, kedekatan dengan Tuhan, serta struktur kosmos yang memberi arah pada kehidupan manusia. Dalam sistem semiotika Peirce, tangga ini juga dapat dianggap sebagai legisign, yakni tanda yang berlaku karena sistem hukum atau konvensi sosial-agama yang disepakati bersama.

Indeks merupakan tanda yang memiliki hubungan fenomenal atau keberadaan nyata antara representamen dan objek yang dirujuknya. Dalam cerpen, terdapat beberapa indeks yang ditemukan. Terbakarnya tangga ke langit merupakan indeks dari cerpen yang menjadi penanda putusnya hubungan antara orang langit dan orang bumi. Berikut data yang terdapat dalam cerpen. 

Apa yang ia pikirkan benar adanya: puntung api yang dibawanya memang tak padam, tapi latlah, bara itu tercecer sepotong-dua di anak tangga---luput dari amatannya karena lelah---lalu ditiup angin yang mulai menggila, sehingga seketika puntung membesar dan terbakarlah tangga ke langit! (Banua, 2017:5). 

Dari data tersebut terdapat hubungan yang membentuk makna utuh. Terdapat korelasi sebab-akibat yang terdapat dari data tersebut. Terbakarnya tangga merupakan akibat dari puntung api yang tidak mudah padam. Hal tersebut adalah alasan mengapa orang bumi lebih memilih untuk berhubungan dengan orang langit karena api yang dimiliki oleh orang langit dianggap lebih baik. Namun, akibatnya api itulah yang membakar tangga hingga orang langit dan orang bumi tidak dapat berhubungan lagi. Hal ini, dapat dikaitkan dengan masa abad kegelapan serta zaman Renaissance. Kehidupan ketika adanya tangga ajaib yang menghubungkan orang langit dengan orang bumi menyiratkan kehidupan masa abad kegelapan, sedangkan setelah terbakarnya tangga ke langit adalah zaman Renaissance. 

Masa Abad Pertengahan yang menaungi Prancis dan seluruh Eropa, sering kali disebut sebagai "Abad Kegelapan". Gelar ini muncul karena dominasi mutlak Gereja yang mengakibatkan stagnasi intelektual, penyebaran mitos dan takhayul, serta praktik-praktik kejam seperti Inkuisisi. Masa ini ditandai oleh kurangnya kemajuan ilmiah dan dominasi dogma agama yang membatasi pemikiran bebas. Dengan demikian, melalui cerpen ini, masa abad kegelapan ditandai oleh hubungan orang bumi yang lebih dekat dengan orang langit dibandingkan dengan sesamanya. Hal ini dapat dilihat melalui data berikut. 

Jelas, untuk bertukar keperluan lebih gampang menempuh anak tangga yang lempang menuju pintu langit yang selalu terbuka daripada ke rumah tetangga, apalagi kaki tangga ajaib itu terletak di tempat yang bisa dicapai dari segala arah. Sebaliknya, rumah-rumah tetangga saling berjauhan, selain masih jarang karena lengang, untuk mencapainya juga mesti melewati jalan setapak, semak belukar, penuh ular dan kalajengking, menuruni lembah, atau menyeberangi sungai berbatu tanpa satu pun jembatan (Banua, 2017:4). 

Kebakaran yang melahap tangga menjadi tanda penting dalam cerita. Dalam semiotika Peirce, api dalam konteks ini dapat dikategorikan sebagai indeks, karena menunjukkan hubungan sebab-akibat yang langsung. Kebakaran menjadi tanda dari kehancuran, sekaligus penanda perubahan zaman. Setelah terbakarnya tangga ke langit, kehidupan manusia menjadi berubah dan tercipta adanya kesadaran humanisme. Hal ini menyiratkan peralihan kehidupan manusia dari masa abad kegelapan menuju masa Renaissance. 

Renaissance muncul pada abad ke 15-16 M dengan mengembangkan sebuah ideologi kebebasan berpikir dari doktrin agama. Pada masa ini, yang paling penting adalah dunia dan dirinya sendiri. Manusia mulai melepas tujuan keakhiratan. Manusia adalah yang paling utama dan manusia harus mulai melupakan hubungan dengan gereja. Pico salah seorang tokoh humanisme berkata, "Manusia dianugerahi kebebasan memilih oleh Tuhan dan menjadikannya pusat perhatian dunia. Karena itu, dalam posisi itu dia bebas memandang dan memilih yang terbaik." 

Menurut Peirce, ikon adalah tanda yang memiliki kemiripan bentuk atau rupa dengan objek yang direpresentasikannya, sehingga tanda tersebut mudah dikenali oleh orang yang menggunakannya. Dalam cerpen “Terbakarnya Tangga ke Langit”, terdapat ikon nyanyian. Ikon nyanyian dapat dihubungkan dengan identitas agama Kristen. Menurut Kenneth W. Osbeck, Iman Kristen dapat ditemukan juga pada nyanyian dan Iman Kristen adalah iman yang bernyanyi. Nyanyian dalam cerpen ini menjadi ikon kedamaian, keindahan, dan kehadiran ilahi. Ketika pemandangan itu menghilang pasca kebakaran, maka hilang pula kehadiran spiritual dalam kehidupan orang bumi. Berikut adalah data yang terdapat dalam cerpen. 

mereka tinggal menukarnya dengan sepenggal nyanyian dengan orang langit; maka dengan begitu bulan dan Bintang-bintang akan bersinar, dan nyanyian menembus langit akan terdengar (Banua, 2020: 4).

Cerpen ini, secara simbolik, menghadirkan sebuah peristiwa transformatif dalam kehidupan masyarakat yang dapat dimaknai sebagai alegori dari pergeseran besar dalam sejarah peradaban. Dalam konteks teologi Kristen maupun perkembangan filsafat humanisme, terbakarnya tangga dapat dibaca sebagai simbol dari keruntuhan sistem otoriter spiritual, dan dimulainya pencarian makna secara individu.

Pemikiran Giovanni Pico della Mirandola, filsuf humanis Renaisans yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk bebas yang dapat memilih menjadi malaikat atau binatang, dapat dihadirkan sebagai paralel ideologis dalam pembacaan ini. Terbakarnya tangga dapat dibaca sebagai runtuhnya jembatan antara manusia dan ilahi, yang selama ini bersifat hierarkis dan dominatif. Setelah kehancuran itu, manusia mulai membangun makna hidup dengan caranya sendiri.

Namun, penting dicatat bahwa simbol-simbol dalam cerpen ini tidak semata-mata merepresentasikan sistem kepercayaan tertentu. Meskipun banyak simbol yang dapat dihubungkan dengan iman Kristen, pembacaan ini tidak menutup kemungkinan interpretasi lainnya, seperti dalam konteks budaya lokal, maupun humanisme universal. Justru keberhasilan cerpen ini terletak pada kemampuannya menghadirkan makna yang terbuka dan dapat dibaca lintas keyakinan.

 

Siti Rubaiah Al Adawiyah merupakan mahasiswi. Beberapa karyanya sudah dimuat dalam media cetak maupun media online. Ia bisa dihubungi melalui akun instagramnya: @strubaaiiah.