Berkenalan dengan “IBLIS”

10/06/2022

BERKENALAN DENGAN “IBLIS”

: Kita tahu kapan ia datang

 

 

Mas Yuditeha, ah, membaca cerpen-cerpenmu, saya jadi ingat ketika dulu gemar jalan-jalan naik angkot, tak memiliki tujuan pasti. Semuanya, saya serahkan pada kemudi Sang Sopir. Begitu banyak macam orang yang duduk berdesakan, ada mahasiswa, ada pedagang, ada pencopet, ada yang berkopiah, mungkin juga ada iblis. Mungkin, sopirnya Anda, Mas.

Membaca cerpen-cerpenmu, Mas. Saya jadi kasihan kepada banyak peneliti yang masih kebingungan menerjemahkan tulisan dan simbol-simbol dalam gulungan yang ditemukan di timur Serbia 2.000 tahun lalu. Ini ditulis iblis, kata mereka.

Para peneliti juga pernah dihebohkan dengan penemuan Codex gigas, kitab yang terkenal dengan sebutan The Devil Bible. Kitab itu, konon ciptaan satu orang manusia bersama sewujud iblis, karena beberapa halaman di beberapa bagian terdapat gambar iblis.

Kemudian, sekitar tahun 1967, para peneliti menemukan sepucuk surat dengan titimangsa 1676. Surat itu juga diyakini sebagai surat iblis karena ditulis oleh seorang biarawati bernama Maria Crocifissa della Concenzione yang mengaku kerasukan iblis.

Ah, saya kira, kalau hanya sekedar ingin berkenalan dengan iblis, saya kira, tak perlu menunggu para peneliti itu berhasil menerjemahkan gulungan Serbia, Codex Gigas, atau surat 1676. Kita hanya perlu naik angkot ‘Iblis’ yang dikemudikan kamu, Mas Yuditeha.

Dalam ‘Iblis’, saya berkenalan dengan Al-Sauth, iblis yang lagi naik daun saat ini. Iblis yang terhitung berhasil di bidangnya, pemberitaan. Al-Sauth berperan meracuni sebuah berita dengan penuh dusta. Maraknya penyebaran hoax atau isu yang tak jelas kebenarannya. Merupakan andil besar dari prajurit Iblis ini.

Tidak ragu-ragu, kamu mengajak saya berkenalan dengan Al-Syabru, iblis yang berurusan dengan segala bentuk ujian yang menimpa manusia. Setiap kali manusia menerima cobaan hidup, Al-Syabru akan memancing rasa galau dan tidak sabar dengan keadaan. Konon, segala racauan-racauan, air muka, mimik berlebihan manusia ketika ditimpa musibah, pokoknya, segala perbuatan yang tidak manusiawi itu berhubungan dengan pengaruh Al-Syabru.

Aih, iblis seks juga kamu bawa, Mas?. Al-A`war, keturunan iblis dan pasukan yang bertugas di bidang tindak asusila ini juga kamu hadirkan tak segan-segan. Iblis ini yang kerap mengajak manusia meliarkan hawa nafsunya bukan?.

Eh, rupanya, ada yang baca. Mau beruntung seperti saya, ya? Ayo ikut naik angkot ‘Iblis’. Dari ini, kita akan banyak tahu tentang iblis dengan segala perilakunya. Ada iblis lho pada diri saya, mungkin juga di dirimu, kalian. Tidak percaya? Ini, saya ambil contoh cerpen ‘Babi’.

Cerpen ‘Babi’ bercerita tentang warga suatu kampung yang sedang dilanda gusar karena kemunculan anak babi—katanya—ciptaan ahli nujum penganut aliran sesat. Warga kampung tersebut jadi saling curiga, apalagi pada keluarga yang memiliki anak kecil. Hal itu terjadi karena menurut berita yang tersiar, ahli nujum tersebut telah berhasil merayu beberapa anak kampung untuk dijadikan budaknya.

...

Berita yang masih simpang siur itu semakin ruwet ketika ada kelompok yang menamai mereka sebagai lembaga sosial yang katanya, mereka ingin melindungi alam—terkhususnya hutan di sekitar kampung—dari jarahan manusia-manusia serakah. Sebagian warga baru tahu, rupanya Kromo—salah satu orang yang berpengaruh di kampung kami—adalah pimpinan kelompok itu. Namun jika dilihat dari sepak terjang kelompok yang menamai diri mereka lembaga sosial itu belum begitu jelas programnya. Melihat kenyataan tersebut warga menjadi bingung, dan tidak tahu harus percaya kepada siapa. ... (Iblis, 2)

 

Kutipan itu menyiratkan latar psikologi yang sedang dialami warga kampung: bingung karena iblis hoax (Al-Sauth). Iblis ini datang dalam bentuk berita yang simpang siur, belum jelas kebenarannya tapi sudah dipercaya. Akibatnya, warga menjadi saling curiga. Tak ada ketenangan.

Cerita lain yang membuat saya tercengang yaitu ketika membaca cerpen ‘Iblis’. Dalam cerpen itu, Yuditeha terang-terangan bahwa ia kenal dengan iblis. Kenal dekat dengan Iblis lho. Meskipun tokohnya adalah seorang pengkhotbah yang termasyhur dan  dikenal baik, pernyataan menohok itu tentu berdasar pada buah pikir Yuditeha sendiri.

...

Setelah itu, keleluasaanku untuk melakukan apa pun sangat memungkinkan, termasuk setiap kali aku ingin menemuinya untuk menikmati segala keindahan yang ada pada dirinya. Tubuhnya masih begitu segar, dan mulus, bahkan tampaknya belum tersentuh oleh siapa pun sebelumnya. Semoga dia penurut. Rasanya aku sudah tak sabar ingin menikmati tubuhnya. Karena itulah aku senang berada di sini, berlindung di dalam kesucian, dan aku selalu rindu momen-momen tersebut. Itulah kegemaranku. Apa yang iblis katakan benar. Iblis tidak pernah meninggalkanku. (Iblis, 26)

 

Kutipan itu menyiratkan buah pikir Yuditeha bahwa Iblis dekat sekali dengan manusia, pengkhotbah sekalipun. Tidak ada manusia yang benar-benar suci. Dalam cerpen ini, kita tahu bahwa iblis datang bisa kepada siapa saja. Kapan saja.

Sesungguhnya masih banyak iblis yang diperkenalkan Yuditeha dalam angkot ‘Iblis’ ini. Namun, dalam tulisan ini, saya juga ingin mengajak Anda, pembaca yang budiman untuk terus mengikuti ke mana kemudi angkot ini dikendalikan Mas Yuditeha. Saya jamin, dalam perjalanan, kita akan bertemu mahasiswa yang gemar turun ke jalan, yang idealismenya keras seperti batu, namun lumer digulung iblis ketika ia menjadi pejabat.

...

Sebelum dia melewati ruangan itu, sengaja lebih dulu dia mengintip melalui jendela kaca itu. Sukarma melihat, ada sekitar enam lelaki sedang berkelakar dengan bebasnya, dan salah satu di antaranya adalah Drajat. Melihat hal itu Sukarma sejenak terpaku, sebelum akhirnya menyadari bahwa Drajat ternyata bukan sedang rapat. Mereka sedang berpesta pora, bahkan Sukarma sempat mendengar mereka sedang bagi-bagi uang hasil dari beberapa proyek akal-akalan yang mereka tangani.

... (Iblis, 21)

 

Sukarna dan Drajat merupakan sahabat seperjuangan. Mereka berdua sama-sama berjuang di jalan untuk menyuarakan kebenaran menurut keyakinan mereka walau pada akhirnya mereka memilih jalan masing-masing. Sukarna tetap memilih jalan bersama idealismenya, sementara Drajat terjebak dalam lingkaran iblis. Ternyata iblis datang dalam wujud jabatan, ya. Lebih keras daripada sekedar idealisme mahasiswa.

Tak habis di persimpangan keyakinan ini, angkot Mas Yuditeha mengajak kita pada jalan keyakinan beragama dalam cerpen ‘Mimpi’. Saya tahu, kemudi Mas Yuditeha mengarah ke mana: toleransi. Kita baca kutipan ini,

...

Dalam bayangan Ustaz Albani, dia dan jemaahnya mungkin diminta bersabar tentang pembangunan masjid itu karena dia sudah mempunyai rencana lain. Esok pagi dia akan memberi khotbah kepada jamaah perihal berkorban, dan jika memungkinkan dia juga akan mengusulkan sesuatu terkait dana yang selama ini sudah terkumpul. Dia hanya bisa berharap, semoga jemaahnya setuju dengan pemikirannya. Lalu Ustaz Albani kembali mengingat lagi tentang mimpinya, namun kali itu dengan perasaan lega. (Iblis, 54)

 

Ustaz Albani bermimpi bertemu Kanjeng Rosul. Namun, dalam mimpinya, Kanjeng Rosul berada di sebuah gereja yang tak jauh dari mesjidnya. Tak lama setelah mimpi itu mendatanginya, gereja yang ia lihat di mimpinya terkena musibah, ledakan bom. Meskipun, Mas Yuditeha tidak tersurat menyatakan kalau dana untuk pembangunan mesjid akan ia gunakan untuk membantu korban bencana bom di gereja itu, saya—kita—dapat menebak ke mana kemudi itu diarahkan.

Masih banyak yang ingin saya tulis di sini, namun apalah daya, saya tidak mau membawa pembaca pada pikiran saya yang sempit ini. Saya takut tulisan ini dibisiki iblis. Terima kasih, Mas Yuditeha, membaca cerpenmu, mengikuti kemudimu, saya sampai di terminal yang memberitahu kapan iblis datang.

 

 Yana S. Atmawiharja lahir di Garut. Saat ini sampai saat yang tidak ditentukan masih gemar berteater bersama Teater 28 dan Teater Suami Istri. Menulis naskah drama, cerpen, fiksimini dan puisi yang dimuat di beberapa media. Mengamalkan ilmu pendidikan di SMP IT Al-Faqih Manonjaya. Beberapa kali menjadi pemantik dalam seminar, workshop, dan bedah buku.

Beberapa karya yang sudah dibukukan, di antaranya, kumpulan puisi “Akhir-akhir Ini, Aku Gemar Menerka-nerka” (Langgam Pustaka, 2017), “Kampung Halaman” (Langgam Pustaka, 2018), dan kumpulan cerpen “Bagaimana Aku Kehilangan Cinta, Bagaimana Aku Menemukan Cinta” (Langgam Pustaka, 2020). Antologi puisi “Galunggung Ahung” (Langgam Pustaka, 2021) yang masuk nominasi Buku 5 Hari Puisi Indonesia. Lalu karya lainnya bisa dibaca di antologi puisi “Memotret Wajahmu, Perempuan adalah Puisi” lomba L.writersfest 2022.