Tangan Paduka, dll.

28/11/2021

 

 

Lih Pujaan Yang Tersipu

 

Kutatap sekali lagi

Barangkali jendelaku yang tertutup rapat

Sehingga kau sulit untuk menatap

 

Kulihat sekali lagi

Ternyata kau menatap

Dari atap yang sangat jauh

 

Menyongsong jarak, menguping sorak

Dari ramai yang berkumandang, ternyata kau teriak

Meski samar-samar kudengar

 

Dari beberapa tutur para pengantar pesan

Kudengar kau pun terpesona oleh elok kata-kataku

Lih, aku mendengar itu dari sahabat dekatmu

 

Aku tersipu, ternyata rasa kita berdegup di waktu yang sama

Kau malu-malu aku pun tersipu.

 

Lih, datanglah

Meski dengan luka

Meski penuh dengan dosa

 

Aku menerima

Asal kau yang melamar

 

 

Orator Penjajah Hati

 

Sewaktu itu aku menatap,

Dari bawah kolbak, kau teriak

Menggoblok-goblokan sistem negeri para jongos kolongan

Aku menganga, melihat kharisma dari tubuh yang berdiri tegak

Mengangkat tangan telunjuk, melambangkan ketauhidan

Dari mana asal tampanmu?

Dua tahun aku menatapmu, terpukul oleh satu waktu

Demo di jalanan menyadarkanku,

Bahwa dirimu begitu mengesankan

Sang orator, penjajah hati

 

 

Liar Yang Tak Biasa

 

Sebab beberapa luka,

aku menyerah

Sebab beberapa cinta yang berdusta,

aku tak percaya

Sebab apa yang pernah kujaga,

Pernah membebaskan diri

Kini aku menjadi trauma,

Atas segala rasa yang pernah kusenangi

Aku lebih memilih untuk tak merasa lagi

 

 

Tangan Paduka

 

Jangan menghilang,

Aku tak mau cacat tercetat-cetat

Tanganku tak bisa memangku

Jika tanpa tanganmu

 

Paduka, sekian ribu luka aku bersamamu

Menggenggam tangan kecilku,

Tak bisa kuterima, jika kau pergi

Meninggalkan jiwa ini sendiri

Dengan dua tangan tanpa menggenggam

Sekian paduka,

Sekali lagi aku memohon

Untuk tetap menggenggam

Memangku luka

Dan membahterakan rasa

 

 

Jiwa Pengemis

 

Memungut-mungut tawamu pada awan

Mengais-ngais sisa senyummu pada rembulan

Mengail-ngail sorot matamu pada temaram

Mengoyak-ngoyak sisa tuturmu pada genangan

Adalah jiwa pengemisku yang paling tabah

Kira-kira seperti itulah aku, saat kau pergi tanpa permisi

 

 

Dini Silvia, lahir di Tasikmalaya 15 September 2001, hobi membaca dan menulis. Bercita-cita menjadi sastrawan namun ditakdirkan kuliah mengambil jurusan akuntan. Aktivis literasi, pernah menjabat sebagai ketua Unit Kegiatan Mahasiswa Literasi Triguna Tasikmalaya. Pengalaman menulis pernah menerbitkan buku antologi bersama penulis best seller Ahmad Rifa’i Rif’an yang berjudul "Selamat Tinggal Masa Lalu" buku Antologi Artikel Islami yang berjudul "Mencatat Perjuangan Menggenggam Peradaban" Buku Antologi Puisi "Momen Yang Dirindukan" serta buku yang baru terbit berjudul "Judul Yang Terkabul." Jejak kepenulisannya pun sering kali tinggal di akun instagram-nya @dn_silviaa.