Ibu
untuk E. Patmawati
Ibu
(1)
pernah kumencari
senyum-Mu, Tuhan
waktu zikir
sembahyang
(2)
telah kutemukan
senyum itu di
wajah ibu
membayang
Maret-Oktober 2020
Cinta Semusim
di musim hujan pertama
kita jumpa dalam rintik perak
rintik yang perlahan reda
hingga tiada
lalu bisa-bisanya
kau tinggalkan genangan
di hatiku yang kini kuyup
oleh kenangan
30 Agustus 2020
Pulang
api menyala di dada ibu
penuh cahaya menyambut puasa
di ruang sempit ibu perpesta pora : bahagia
wajan dan spatula bersahutan mengamini mantra harapan
kepul asap menjadi kurir yang diutus ibu
mengabari bapak yang lelap lelah setelah mencari nafkah
sahur pertama adalah sahur pembuka jalan
yang harus dirayakan meski dengan cara paling sederhana
di dadanya ibu tidak menjanjikan kekayaan
selain menyajikan kebahagiaan
sebelum perayaan hari kemenangan
yang akan ibu gelar jika nanti anaknya : pulang
Januari 2024
Dialog : Jika Kelak Ibu Pergi
A : bu izinkan aku bertanya
jika kelak ibu telah pergi
siapa yang hendak melesatkan
doa-doa penuh api
yang di dalamnya berkilatan cinta
kasih, harapan, dan segala kebaikan
-ibu menatapku hangat
Kedua bola matanya seperi binar rembulan-
I : sungguh ibu tidak perlu menjawab pertanyaan itu
karena kelak ketika ibu telah pergi
Tuhan telah mencukupkan segalanya
lalu ibu bertanya,
adakah doa terbaik yang telah kau siapkan kelak
-jika ibu telah pergi-
Mei 2024
Kala Ibu Berwajah Cemas
Kala ibu berwajah cemas
matanya menempel di jarum jam yang berputar
agar tercatat pukul berapa anaknya pulang
seorang ibu berwajah cemas
ia berjalan ke beranda rumah
melihat sekitar disandera sepi
jam dinding begitu sabar
ia terus setia berputar
seperti ibu yang rela menunggu
agar tercatat pukul berapa anaknya pulang
lampu-lampu telah padam
doa-doa terus dilantunkan
agar buah kasihnya pulang dalam keselamatan
wajah cemas berubah tenang
kala suara anaknya terdengar membuka pagar
ibu segera menyajikan hidangan lezat
sepotong nasihat dengan taburan azimat
seorang ibu selalu begitu
dengan tulus dan kesadaran
bahwa anak adalah titipan Tuhan
yang harus ia jaga selamanya
Januari 2024
Karena Ibu
ibu adalah puisi
ia menyihir kata menjadi jembatan
menghubungkan kita dengan Pencipta
ibu adalah puisi
ia menyulap kata menjadi mantra
membuat yang marah menjadi ramah
ibu adalah puisi
ia mengubah gubuk derita
menjadi hotel megah berbintang lima
ibu adalah puisi
ia mampu melipat jarak
dengan seruannya dan kita datang
dekat di rahimnya
karena ibu adalah puisi
alamat surga ada
di telapak kakinya
Juni 2024
Tuhan Sedang Bercanda
Kali ini Tuhan bercanda kembali. Ia seret masa lalu.
Tepat di jantung wajahku. Murungku kumat kembali.
Hingga panas dingin. Setelah dihantui rasa cemas.
Takut dan khawatir.
Tuhan, aku hanya pasrah. Diam adalah solusi paling dangkal.
Setelah beberapa waktu kehilangan akal.
Harus dan mesti bagaimana? Sebab masa lalu itu begitu bebal.
Aku tahu, Kau sedang main-main. Dengan keimananku.
Kenyataan terburuk tentu bukan pilihan. Karena jika salah memutuskan.
Akan ada penyesalan yang jauh mengerikan.
Dari masa lalu yang kini Kau hadirkan.
Tuhan, aku pasrahkan segala kebebalan masa laluku.
Sebab Kau maha tahu. Memohon ampun-Mu saja belum.
Nampak jawabnya. Kini, Kau mengajakku bercanda lagi.
Harus tertawa atau mati saja aku?
2025
Rizal Trismawan, lahir di Garut 1988. Guru Bahasa Indonesia. Aktif sebagai pegiat literasi daerah. Beberapa tulisan artikel, puisi, dan cerpennya termuat dalam antologi bersama.