Puisi Menuju Khotbah, dll.

11/12/2020

 

MENUJU KHOTBAH

 

Gigil nasib

Peluh udara

Menghantar sepasang kaki

Untuk singgah dalam doa

 

Lumut-lumut dikilati matahari

Ngeras dan nempel di punggung batu

Seperti itu juga

Kutemukan keringat seseorang di pinggir jalan, pesing aspal, dan

Bising angkutan kota yang mengeringkan tenggorokan

 

Ia memandangi langit

Awan menjelma tubuhnya, dan

Dijadikannya cermin yang amat besar

 

Lalu kusaksikan matanya yang lepas

Terbang layaknya kupu-kupu

Menuju kubah dari segala cuaca

Menunggu khotbah selanjutnya

 

2019

 

 

INTIFADA

 

Lilin-lilin padam

Menjelma kemenangan bagi mereka

Saat bukit Golan tenggelam

 

Hari ini aku datang

Membawa Zaitun dan senjata kebebasan

Ke hadapan tuan-tuan

 

Di tepian barat Sabra

Kusaksikan ribuan maut berjejal

Tapi seorang malaikat membungkuk

Memberikan catatan ramalah

 

Suar usia menyala

Udara dingin rembet lewat jendela

Bayangan surga tandus

Terbit di ujung cahaya Palestina

 

2019

 

 

YANG BEGITU TERLELAP

 

Ma,

Ingin aku melihat engkau menyasak rambut lagi

Sambil bercerita hikayat Siti Zubaidah

Di antara bintang yang seperti mawar di taman

 

Pasangkan lagi kerudung di kepalaku

Lalu selesaikan cerita tentang Alibaba

Tentang hewan-hewan yang mengadu kepada Sulaiman

Sampai aku terlelap

Menyentuh bintang-bintang yang semakin dekat

 

Aku rindu bermimpi tentang sebuah sabana

Kupu-kupu dan lebahnya hinggap di bunga-bunga

 

Adakah aku kini

Seperti kapal kecil tanpa angin dan lentera

 

Ma,

Jangan kau tanya apa yang aku lihat kini

Wajah-wajah pias kapas

Di antara lempeng pagar rumah

Telah jadi mendiang sebelum pagi menjelma hutan pulau tak bertuan

 

Jangan memaksaku jadi penjelajah sungai lumpur darah

Di gurun pasir yang penuh puing-puing rumah

 

Jangan kau tanya lagi apa yang kulihat kini

Selalu saja kutatap orang-orang dengan bekas luka di pelipis dan rahang

Seorang bayi tak berdosa yang terbujur penuh luka

Helai rambutnya jatuh

Jadi bibit safron yang takkan pernah tumbuh sepanjang hayat

 

Ma,

Takwil hidup bagiku

Adalah sebatang ilalang

Yang dihempas gelombang laut

Menyisakan kepulangan

Tanpa pelabuhan

Tanpa binar matahari bulan purnama

 

2019

 

 

BUNGA MALAM

 

Dan telah datang padaku

Kabar dari padang bunga malam

Dari akar jejak linang

Seorang dengan teratai muda

Dan wajah yang masai

 

Dengan segelas purnama yang redup

Suaranya hening

Seperti gema di dinding-dinding bukit gagak

Matanya hunjam busur panah

 

Laila,

Sepasang matanya manik-manik hitam

Pukang kakinya humus pucuk siwalan

 

Mau ke mana engkau

Anak dara yang muncul dari relung entah

Amblas dari denting kecil kuil Sulaiman

 

Aku minta helai rambutmu

Yang riap beterbangan dari segala musim dan zaman

 

Malam ini,

Sambil menghayati kidung Rahani

Aku berada di atas kota yang kau akrabi berkali-kali

 

Buat Laila Khalid, 2019

 

 

ADERANG

 

Hutan dan suara angin

Menyenandungkan nyanyian

Aku mendengarnya

Saat menyusuri ribuan batu muara

Yang mulai pecah

 

Kerangas yang begitu jauh

Lalu ihwal napas yang berhenti berdawuh

 

Di sinikah Aderang bercerita

Tentang seorang pujangga yang tewas

Sebab cintanya lebih karam dari lamping Galunggung

 

Di malam terakhir

Dibuatlah sungai Malar

Menghanyutkan matanya

Dan digantinya dengan sepasang dari dara laut

Mendamparkannya di ufuk kabut

Dalam keheningan maha jauh

 

2019

 

 

Agus Salim Maolana lahir di Tasikmalaya, 21 Agustus 1997. Bergiat di HMJ Diksatrasia, dan BEM FKIP Unsil. Karya-karyanya dimuat di ramfest.com, langgampustaka.com. Menjadi Juara 1 lomba menulis puisi “SIFEST UNSIL” 2018, Juara 1 lomba menulis puisi “Minat Bakat Diksatrasia” 2017. Beberapa karyanya tergabung ke dalam antologi bersama. Menjadi penulis terpilih Band Marka Merah untuk merespons singel “ABADI” 2018.

Aktif di instagram @agussalimmaolana276, whatsapp 0831-8752-7274.