Metafora Kegelapan Kamar dan Puisi-Puisi Lainnya

10/10/2025

 

 

Metafora Kegelapan Kamar 

Semula aku hanya ingin bertemu dengan seorang 

sahabat; pengrajin topeng-- sudah bertahun-tahun 

tak bersua. Ia ditakdirkan tidak punya anak. Sejak 

istrinya meninggal, ia sendirian. Aku ketuk daun pintu 

rumahnya. Tak ada sahutan. Senyap. Kudorong daun 

pintu tak terkunci. Hanya suara cecak, tetapi di atas 

meja: gelas sisa kopi dan tumpukan puntung rokok 

dalam asbak. Iseng aku dorong pintu kamar. Gelap. 

Tetapi kemudian samar-samar kulihat topeng anak- 

anak tersenyum. Sesaat kemudian berganti topeng 

perempuan cantik. Dada terguncang. Darahku 

berdesir-desir. 

: "Hidup terkadang serupa tipu-muslihat belaka!" 

Aku mundur. Aku duduk di kursi penjalin yang 

keropos. Aku mendongak. Seberkas matahari 

menembus lobang kecil sela-sela genting. Tuhan, 

doa apa yang harus kuucapkan untuk sebuah 

metafora kegelapan kamar? 

Hatiku zikir. Aku yakin sahabatku ada dalam kamar. 

Tetapi kenapa tidak menyahut, tidak menyambut 

kedatanganku. Apakah ia tidak ingin bersua lagi 

denganku. Muak denganku. 

: "Pertemuan bisa sangat menyenangkan, tapi bisa 

sangat menyedihkan!" 

Aku dorong pintu kamar lagi. Au, puluhan, ratusan 

topeng anak dan perempuan cantik melayang-layang 

dalam kamar. Samar-samar kulihat sahabatku 

menggapai-gapai topeng tersebut dengan air mata 

bercucuran. 

: "Huesca! Aku datang. Ribuan puisi kubawa untukmu!" 

Sahabatku tersentak. 

Tubuhku gemetar. 

Tubuh sahabatku berpendar. 

Kami berpelukan. 

Cirebah, 06 Juli 2025 

 

Aku Mabuk di Negeri Mabuk 

Setiap hari aku mabuk "arak" di negeri mabuk 

Ijazah palsu. Hakim koruptor. Matahari kembar. 

Pagar Laut. Skandal BUMN. Ormas Preman. Purna- 

wirawan Bergerak. Mafia tanah. Dan lain-lain. 

Aku kecewa. Aku mabuk di negeri mabuk. 

Aku tertawa. Aku mabuk di negeri mabuk. 

Aku ingin sekali memecahkan televisi 

Aku ingin sekali berhenti menulis puisi 

Diam-diam. Aku meninggalkan negeriku 

ke laut. Berlayar hingga batas cakrawala 

Meninggalkan benci dan cinta 

Diam-diam. Aku berkhayal menembus langit 

hingga surga. Dan tak kembali lagi ke dunia. 

Cirebah, 08 Mei 2025 

 

Cinta Suka Cita 

Di hari istimewamu; kenangan-kenangan serupa serpih 

kesetiaan melumuri kuntum mawar. Begitu semerbak. 

Alangkah cinta suka cita. Langit dan cakrawala. Kujadikan 

jubah penyair. Yang memuliakanmu; perempuan embun! 

: Aku harap perjalananmu bahagia. Mawar dan durinya. 

Laut, gelombang dan karang-karang. Ruang dan waktu 

menyatukan segala yang bernama ketulusan. Keikhlasan. 

Tak ada jalan terjal berkelok-mendaki-menurun. Jalan kasih. 

Aku tahu dan paham. Telah begitu luka jiwamu. Perih 

ulu hatimu. Tak mudah melayari hari-hari. Tetapi engkau 

sekarang telah menjelma bidadari perkasa. Meremuk duka.. 

: "Setajam-tajam duri mawar, melukaimu-- biar aku saja 

yang merasakan perih dan sakitnya!" 

Di setiap pertemuan; kita membincangkan debur ombak 

Angin yang resah. Dan kita berbagi wangi rindu. Ke bukit- 

bukit impian menyemburkan percikan-percikan cahaya! 

Kita selalu takjub pada langit senja. 

Doa-doa. Di hari istimewamu tiada lagi penyesalan. Perahu 

telah jauh berlayar. Ombak dan pantai menyatu dalam desir 

zaman yang wangi. 

Kita bersitatap dalam batas pandang yang amat dekat. 

Hati jiwa bergemerlapan! 

Jaspinka, 07 Mei 2025. 

 

Nasib Buruk Mbah Tupon 

Kisah pilu seorang lansia terjebak praktik mafia 

Tulang belulang bagai rontok. Lemas. Tatapan 

nanar kosong. Langit bagai terbelah dan runtuh. 

Tanah seluas 1.665 meter persegi hendak disita 

pihak Bank. Jaminan hutang 1,5 Milyar. Kok bisa? 

Ini benar-benar negeri konoha. 

Amburadul. Brengsek. 

Ayo turun tangan para pembela keadilan 

Juga Rasman dan Hotman. Jangan cuma 

Ribut ngurus seonggok apem di bawah perut 

DPR dan menteri Gusron jangan pura-pura buta-tuli. 

Jangan pula sekadar cuap-cuap dalam televisi. Ayo... 

Mbah Tupon tak pernah hutang. Tak bisa baca tulis. 

Sehari-hari bertani dan mengurus ternak. 

Petir siang bolong. Kampung geger. Lapor polisi. Doa 

dan harap. Tanah kembali. Tangkap penjarakan mafia. 

Kampung senyap jadi gerah. Tanah warisan hendak 

disita. Sungguh nasib buruk. Edan. Manusia busuk 

Otak dan hati menjelma setan. 

Tapi yakinlah Tuhan tidak tidur. Mbah Tupon akan 

melewati duka nestapa. Tangan Malaikat akan menyeret 

manusia-manusia busuk. Ke jeruji besi. Penjara. Dan 

rengkahan neraka. 

Mbah Tupon-- 68 tahun-- jangan bersedih. 

Jangan menangis. Nasib buruk akan berakhir. 

Tanahmu akan kembali. Suara-suara kebenaran 

menggema di kampung kecilmu. Senja coklat tembaga. 

Cirebah, 28 April 2025 

 

Nini Sebrot, Kartiniku 

Aku tak malu. Sungguh: 

Nini Sebrot kaulah Kartiniku 

Setiap hari bermandi keringat 

Sangit sengak 

Malam memintal kabut 

Subuh langkah pecah 

Siang berkubang kenyataan 

Hidup tidak mudah 

Hidup teka-teki 

Nini Sebrot tak peduli 

Tak bergincu. Tak berkebaya 

Tak berkain beludru. Tak sepatu 

Bukan selebriti. Bukan aparatur 

Bukan keturunan orang kaya 

Bukan pemuja karir 

Kekagumanku padamu 

Apa adanya. Seperti keberadaanmu 

Yang apa adanya. Nini Sebrot 

Natural. Tawamu lepas 

Sungguh. Sungguh kuterpesona 

Adalah buruh pabrik. Buruh tani 

Buruh pasar. Buruh rumah tangga 

Buruh kasar apa saja 

Nini Sebrot. Tak mau berpura- 

pura baik. Tak butuh puji-puja 

Terus merangsek memelihara cahaya 

yang mancar dari jiwa 

bukan sekadar retorika 

dan tampil gaya 

Sungguh aku cinta 

Nini Sebrot sangit sengak 

selamanya tanpa syarat 

Tak pernah tengok belakang 

Luka. Dan masa lalu jingga 

Lipat jadi nyala darah 

Sepanjang Sejarah 

Kemenangan datang dari tangan 

yang mengepal. Dari langkah kokoh 

seorang perempuan perkasa 

Sukacita. Aku bangga 

Nini Sebrot luka Puisiku. 

Jaspinka, 22 April 2025 

 

Eddy Pranata PNP— adalah founder of Jaspinka (Jaringan Sastra Pinggir Kali) Cirebah, Banyumas Barat.. Buku kumpulan puisi tunggalnya: Improvisasi Sunyi (1997), Sajak-sajak Perih Berhamburan di Udara (2012), Bila Jasadku Kaumasukkan ke Liang Kubur (2015), Ombak Menjilat Runcing Karang (2016), Abadi dalam Puisi (2017), Jejak Matahari Ombak Cahaya (2019), Tembilang (2021).