Hujan Di Sepertiga Malam

01/03/2022

HUJAN DI SEPERTIGA MALAM

 

Pukul setengah empat pagi angin memporak-porandakan hati ibu

hujan melubangi genteng kamarku, ruang tengah, juga ruang tamu.

 

Petir dan angin menari-nari di atap rumah yang rapuh

Ibu berdoa di bawah genteng yang rentan jatuh

 

Hujan dan ibu membasahi sekujur puisiku

 

Tegal, 2022

 

 

KAU KAH ITU

 

Datang dari entah,

serupa wajah kekasih

menyesap saripati sepi.

 

Kidung bersenandung, malam meraung: kekasih mendatangi ruang paling suwung.

 

kaukah itu, yang berbisik lirih di antara riuh rendah sanubari.

kaukah itu, yang bersembunyi di ujung-ujung puisi

 

Di kolong meja namamu kueja

Di ujung pensil kenangan kunukil

Di kata-kata kujumpai kau ada: dari bait ke bait, kau dan kenangan membersit.

 

Kaukah itu, kekasih

yang selama ini kucari.

 

Tegal, 2022

 

 

MERAYAKAN PAGI

 

:selepas isyroq

Burung berkicau, nuansa pagi terkenang

daun jatuh dibawa angin, bunga mekar dikecup lebah

 

Pagi yang cerah, kebahagiaan tercurah, dan semua tentang-mu tumpah ruah

di sudut hati yang paling basah

 

Pagi yang baik adalah pagi yang menidurkan kecemasan-kecemasan malam dan mensirnakan kerumitan-kerumitan di kantor paling sibuk bernama pikiran

 

Pagi yang indah adalah pagi yang tercurah di atas sajadah

"Tempat mengumandangkan impian, mentasbihkan harapan, dan mendawamkan keyakinan bahwa siang demi siang mesti kita niatkan untuk perang melawan kemiskinan"

 

Pagi demi pagi mari kita rayakan, kawan

Segelas teh atau kopi, sepotong roti atau sepiring nasi. Mari, kita rayakan dengan cara kita sendiri-sendiri.

 

Tegal, 2022

 

 

ZIARAH RINDU

 

Aku ingin ziarah ke masa lalu

Mengais puing senyummu, merapikan kenangan yang berserakan di halaman waktu, dan tak lupa mendoakan keselamatanmu

wahai engkau yang pernah singgah di sungguhku,

cintaku mungkin telah almarhum di hatimu, namun semua tentangmu masih berdegup dimimpi-mimpiku.

 

Tegal, 2022

 

 

SUDAH ASING

 

Sewindu sejak kau tak pernah lagi menjamah rinduku

kecemasan beranak-pinak di kepala

 

Lahir satu, di rahim derita

Lahir satu lagi, dibawa air mata

 

Siapa bapaknya? Rembulan bertanya.

 

Perjumpaan adalah bapak mereka, bapak bagi cikal bakal luka dan kenangan adalah ibu mereka yang melahirkan air mata juga bayi kegelisahan yang berbulan-bulan dikandung di ingatan

 

Rindu dendam, seisi dada berhamburan

---entah ke mana

Mencari pemiliknya, mencari majikannya.

 

Rembulan cerewet bertanya

tentang siapa yang lebih setia

Kau atau kesepianku yang tiap malam selalu ada

Kau atau air mata yang rutin membasuh seraut muka

Kau atau puisi yang lebih setia menemani lara

Kau atau? Sudah, stop!

Aku dan rembulan berdebat, bertengkar hebat. Aku pusing, rembulan hening.

 

Aku dan kau kini sudah teramat asing

Dan rasa yang dulu kita bangun, kini hancur berkeping-keping.

 

Tegal, 2022

 

 

KESAKSIAN CINTA

 

Demi malam dan 1001 kenangan yang tersimpan

Demi rembulan yang setia menemani kegelisahan

Demi angin dan angan yang telaten menghimpun kesedihan

Aku mencintaimu, kekasih

Lebih dalam dari malam

Lebih larut dari bintang-bintang

Cintaku, lebih qudsi dari ayat-ayat puisi

 

Demi pagi dan kicau burung di pikiran

Demi matahari beserta siang dan harapan

Demi terik dan hujan di semesta perasaan

Aku mendambakanmu, kekasih

Jiwaku Adam yang mencari hawa di gurun penyesalan

Sebab kau adalah separuhku yang hilang dari Tuhan

 

Aku tanpamu

Rembulan tanpa malam

Laut tanpa tepian

Penyair tanpa kata

Air mata tanpa bahagia

Kehidupan tanpa cinta

 

Demi semesta yang menampung segala cuaca

Aku ingin bersamamu dalam suka dan duka.

 

Tegal, 2022

 

 

PADA SUATU NGOPI

 

Pada suatu ngopi, wajahmu mengendap di cangkir ini

Ku sesap sesekali, sambil menunggu pagi

 

Bintang tertutup mendung, angin menghempas murung

kekasih tak pernah berkunjung

ke relung:

ke dasar paling suwung.

 

Rinduku telah mi`raj ke langit dan semua tentangmu terbersit di si hangat yang pahit,

Layaknya darah yang tak berhenti mengalir, kerinduan menitik getir dari hulu ke hilir

 

Takdir telah membaiatku menjadi penyair

Berdesirlah syair-syair: pada hati yang getir, pada titik paling nadir, dan pada engkau yang tak kunjung hadir

 

Pada suatu ngopi, tiap kopi akan ku sesap bayanganmu perlahan terserap

tiap kopi hendak kuseruput, wajahmu di ingatan tak jua menyusut

Di lorong paling senyap, aku larut

kutemui kau di dada paling dalam. Di ruang penghimpun kalam, kusadari kau adalah ketiadaan. Aku menyelam, aku tenggelam:

di kedalaman malam.

 

Tegal, 2022

 

 

IBU DAN TAMAN BUNGA

 

Di depan rumah, di taman sederhana

Pagi dan sore dirawatnya sepenuh jiwa

Bunga dan tanaman ia asuh sepenuh asih dan asah

Melati setulus hati, bougenville selembut sanubari

 

Sepulang kerja, dengan sisa daya yang ada ia kesampingkan rasa lelah

ditengoknya surga kecil di depan rumah

Itulah ibu: taman bagi anak-anaknya dan surga bagi keluarganya

 

Jangan sampai layu kembang di taman, nanti ibu muram

Mesti kasih siram dan pupuk, bunga mekar indah di pelupuk

 

Bersemi dan terus bersemi

ibu dan bunga di hati

Mekar dan mekarlah

sebelum layu dan menyatu dengan tanah

Ibu dan bunga

Semerbak di halaman dada

Ibu dan bunga

Mekar di pekarangan hati

Ibu dan bunga

Mewangi, lestari

Ibu dan bunga

Mekar, mewangi, abadi.

 

Tegal, 2022

 

 

Zidny Hidayat, pria kelahiran Tegal yang saat ini tercatat sebagai karyawan di salah satu perusahaan jasa di Jakarta. Beberapa karyanya pernah hinggap di sejumlah media dan antologi puisi bersama. Sapa ia di Instagram: @zidny_nhyz dan Facebook: Zidny Hidayat.