Candala dan Puisi lainnya

25/06/2021

 

 

Candala

Ana Anggi Anggraini

 

Aku pernah terpenjara Pada jeruji yang tak berupa

Ia dalam membawa sukmaku Terperosok pada sosok bernama kamu

 

 

Aku pernah tenggelam Pada sagara yang kelam

Segelap malam, manifestasi kenangan

 

 

 

Aku pernah merasa

 

Hadirku seolah tak bermakna Saat takdir berkata,

Kita tidak berada pada garis yang sama

 

 

 

Aku pernah mengaku

 

Pada waktu yang terus berlalu Menyesal akan temu

Yang ternyata sisakan rindu

 

Ternyata semua salahku Seakan candala adalah aku

Tak pernah bertanya pada semesta Bagaimana isi benakmu

Kab. Tasikmalaya, Januari 2020

 

Semanggi

 

Mencoba Membingkaimu Lagi

Oleh Ana Anggi Anggraini

 

 

Sosokmu mendadak hadir di depanku Menuntun pada sebuah kursi beroda Bertanya nama dan umurku Jawabanku membuatmu murung Katamu, ini tahun 2021

 

Kau menanggalkan kata-kata aneh Hingga tanda tanya mampir

Kau siapa?

Suaramu bukan sosoknya

 

 

Matamu menyoroti; rapuh dan tak berdaya Lantas bercerita bumi dan waktu

telah menelan dirimu

Dan angin yang menuntunmu kesini Karena detik-detikku harus selalu diisi Bagai gelas kosong diisi air

 

Kukira nuansa yang tercipta

 

Membawaku pada masa senyum simpulmu yang bikin gila

Saat rambutku dikepang dua

Saat dirimu dibalut seragam abdi negara

 

 

Kau menghadirkan cermin

Cermin berbicara “dirimu putih, pias, penuh keriput.”

 

 

Kau menghadirkan album yang bercerita Sosokku memangku bayi belum bergigi

 

Kau mengaku itu dirimu Perlahan kenangan menyerangku

Teratur bagai tempias menampar jendela Lalu aku mencoba membingkaimu, lagi

Tasikmalaya, 15 Februari 2021

 

Tahun-tahun itu

 

Oleh Ana Anggi Anggraini

 

 

 

Tahun-tahun itu,

 

Detik-detik habis oleh cinta

 

Yang mewujud udara; kuhirup rakus

 

 

 

Tahun-tahun itu,

 

Mata merekam setiap gelagat

 

Hingga bayang raganya tersimpan lama di skemata

 

 

 

Tahun-tahun itu,

 

Kata-kata tak bertemu dan menjelma Giat menerka-nerka senyum tipis Dan mengoceh karangan pada kawan

 

 

Tahun-tahun itu,

 

Apa-apa yang terjadi disampaikan pena pada kertas Sampai beribu kata

 

 

Tahun-tahun itu,

 

Ranting patah dan daun gugur Terbawa angin yang memintas

Dan membisik, “tiga tahunmu tak ubahnya daun; layu, mati, terlupakan.”

 

Waktu yang menggeliat pun rindu yang memias Melantakkan hati patah yang ditata apik Sepanjang tiga tahun

Kecewa berdecak, “takdirnya tak segaris.”

 

Tasikmalaya, 22 November 2021

 

 

 

Bukan Seharga Si Merah

 

Oleh Ana Anggi Anggraini

 

 

 

Dua tokoh kita terdiam di cetak kertas merah Sewaktu kertas hijau kadang biru

Dibawa dan diberi pada jiwa-jiwa gerah “ini beselan,” kira-kira begitu

 

 

Jadi, pagi buta ini

 

Pintu-pintu dingin basah embun

 

Disambangi oleh abdi tuk membeli harga diri Tak sampai pikir dua tokoh kita

 

 

Warga merdeka yang dibela pun dibayar darah Menyerah, tak sampai senilai Si Merah Mentok tebuslah dengan berlembar-lembar Kertas bertampang dua tokoh teringgi

 

Konon, jiwa tadi memilih Menggirangkan perut daripada nurani

Cara keliru, jiwa lengah, negara tak terarah Bah! Realitas menggelakkan ini

Tasikmalaya, 28 Januari 2021

 

 

 

 

Menggamit Elegi

 

Oleh Ana Anggi Anggraini

 

 

 

Elegi, kupaksa mampir

 

Pada koran usang basah berikisah

 

Ibu tanpa anak, anak tanpa ayah dan ibu Hidup susah

 

 

Jemari menggamitmu tuk menyambangi Gadis yang memapah adiknya memungut sampah; roti basi

 

 

Membalas, kau mengurai aksara Pada sajak-sajakku tentangnya Ia hilang dipelukmu

Tak bisa kutemui lagi

 

 

 

Kau tak mampir di pelupuk mata

 

Pendusta dan penjanji

 

Sebab menelan sengsara rakyatnya Lantas pemuda berang

Berangkat pagi yang dipeluk embun; tak pernah kembali

 

 

 

Sia-siakah menggamitmu?

 

Tasikmalaya, 01 Maret 2021

 

 

 

 

 

 

Lentera Hidup

Oleh Ana Anggi Anggraini

 

 

Kala itu, Umurku baru saja genap Seragam merah-putih membalut Dasi menggantung gagah di leher

 

Aku mengeja Dari A sampai Z Dulu, aku hanya tahu minum susu Lalu mulai ke satu tambah satu

 

Empat belas tahun berlalu Waktu telah melipatkan diri

Terbayang diriku duduk di bangku Mendengar Bu guru mengenalkan dirimu

 

Aku tak pernah lupa

Sosokmu menuntunku tumbuh Hingga kini kau tetap menyaksikan

 

Diri berulang mengisi pikiran dan bantin oleh bagian dirimu

 

Sebelum dunia menggelap sungguhan Tuntun aku mewariskan dirimu

Pada anak cucuku Lantas berpulang selesa

Tasikmalaya, 29 Maret 2021

 

 

Lampu Jalanan

 

 

Lampu jalanan Memendar pongah Memajang wajah-wajah

Penuh tawa, dendang, dan gurau semu

 

 

Mengaku memilih bisu Saat bayu malam merangkup

Menjadikannya dingin Saksi para peringkuk Pencari sesuap nasi

 

Tasikmalaya, 27 Agustus 2020

 

*Tulisan ini diperuntukkan bagi kegiatan Diskusi Malam Langgam Pustaka Volume 18