Film Batik Sukapura, Sebuah Dedikasi Balaka Institute untuk Tasikmalaya

07/03/2023

Mencintai sesuatu tentu bisa ditunjukkan lewat beragam cara. Begitu pun dengan yang dilakukan oleh Balaka Institute. Lembaga kreatif yang digawangi oleh Edi Martoyo dan para koleganya ini menyuguhkan sebuah mahakarya bagi Tasikmalaya, sebuah film dokumenter yang mengangkat keindahan Batik Sukapura. Selain bernilai filosofis tinggi, film dokumenter ini juga memberi sentuhan semangat bagi para generasi muda untuk kembali meneruskan kisah perjalanan Batik Sukapura yang nyaris tak dikenal lagi.

Film dokumenter Batik Sukapura ini melewati perjalanan panjang sebelum akhirnya bisa dinikmati sebagai sebuah tontonan yang berkelas. Terwujudnya film dokumenter ini juga tak lepas dari peran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang menggelar sebuah program tahunan bernama Fasilitasi Bidang Kebudayaan (FBK). Porgram FBK ini adalah program yang bersifat bottom-up di mana semua pihak yang terlibat dalam perawatan dan pelestarian kesenian maupun kebudayaan di masing-masing daerah diberi kesempatan untuk beradu gagasan dengan tujuan mengangkat aset lokalnya agar dapat dikenal. Melewati serangkaian seleksi yang panjang dan menguras energi. Bersama Langgam Pustaka Indonesia yang juga berasal dari Tasikmalaya, akhirnya Balaka Institute terpilih menjadi lembaga kreatif yang berhak menjalankan program FBK tahun 2022.

Mengutip yang dikatakan oleh Nunu Nazarudin Azhar dalam sesi wawancara di film itu, bahwa Batik Sukapura adalah hasil dari kinerja kebudayaan yang dibuat dengan penuh rasa syukur dan ikhlas. Maka tak heran rasanya jika setiap orang yang melihat dan mengenakan kain Batik Sukapura merasa langsung jatuh hati. Sementara menurut Acep Zamzam Noor, ruang-ruang apresiasi bagi para pengrajin Batik Sukapura yang harus banyak dibuka agar kelangsungan batik sukapura tetap terjaga keberadaannya. Tak menutup kemungkinan juga bahwa nantinya, motif-motif Batik Sukapura bisa dipakai di seragam-seragam dinas di wilayah Tasikmalaya.

Selain itu, masuknya teknologi ke dalam segala sendi-sendi kehidupan juga bisa dimanfaatkan bagi eksistenti Batik Sukapura. Hal ini dituturkan oleh Duddy R.S selaku pegiat teknologi informasi, ia memimpikan bahwa Batik Sukapura bisa dikumpulkan bersama produk-produk budaya lainnya dalam sebuah wadah kamus visual yang bisa dengan mudah diakses oleh generasi muda. Ini tentu memudahkan interaksi antara kebudayaan dengan zaman yang perubahaannya begitu masif.

Diproduksi selama kurang lebih tiga bulan, film dokumenter Batik Sukapura ini sarat akan visualisasi yang megah nan menawan. Penyaksi bisa tersadarkan bahwa di Jawa barat, khususnya Tasikmalaya, begitu melimpahnya potensi kebudayaan, kesenian, dan wisata yang jarang dikenal publik secara luas. Sebut saja seperti Kampung Bambu, Kampung Kolecer, dan tentu saja spot Gunung Galunggung yang tak pernah memberi rasa bosan.

“Selama proses produksi, banyak sekali gagasan yang ingin kami sampaikan. Saking banyaknya, kami kerap kali mengubah konsep di tengah jalan. Dan inilah yang bisa kami sajikan,” ucap Edi Martoyo selaku pimpinan produksi. Ia sadar, bahwa mustahil rasanya untuk menyampaikan seluruh ide yang ada dalam kepalanya. Namun pesan utama yang ingin disampaikan adalah Batik Sukapura ini adalah aset bersama, kalau tidak sekarang, kapan lagi waktu yang tepat untuk kembali mengangkat Batik Sukapura, kalau bukan kita, siapa lagi yang akan mencintai Batik Sukapura.

Memang, perjalanan Batik Sukapura untuk kembali dikenalkan ke khalayak adalah perjalanan  panjang. Perjalanan yang membutuhkan konsistensi dan keikhlasan yang haram rasanya untuk putus. Namun setidaknya, Balaka Institute sudah memulainya dengan cinta, dengan dedikasi yang tak ternilai harganya.

Agus Salim Maolana/Langgam Pustaka.