Rubby The Rabbit

26/11/2021

 

Angin berembus di sela-sela jendela keropos, suasana dingin serasa mengendus sekujur tubuh, membangunkan tidurnya seperti malam-malam biasanya. Seolah tak memberi waktu untuk tidur, menambah penderitaan bagi Rubby, si kelinci yang hidup sebatang kara.

“Aku tidak ingin menjadi kelinci yang malang, setiap malam tidurku diganggu kedinginan.” Ucap Rubby sambil menatap keluar jendela.

Keadaan yang membuatnya semakin tidak karuan, muncul rasa bimbang antara diam dan pasrah, atau pergi keluar mencari dedaunan kering dan ranting, dari pohon-pohon tua di hutan, untuk dibakar sehingga mampu menghangatkan tubuh.

“Pergi ke hutan atau diam?” Rubby menggerutu dalam pikirannya.

Di tengah hutan serigala bersaudara Gipo dan Gopi menahan lapar karena sejak pagi belum menemukan mangsa, mereka kebingungan, persediaan makanan habis. Saking laparnya, sampai tidak punya tenaga untuk berburu. Hidungnya yang peka terhadap bau-bauan mangsa membuatnya tersiksa, karena tidak bisa mengejar mangsanya.

“Hei, serigala malas, kalau kita tidak makan malam ini, esok takkan ada hari yang menyenangkan!”

“Tubuhmu yang lemas akan menghambat kehidupan!”

Ucap Gipo pada saudaranya.

Memiliki keinginan tapi tidak mau berusaha, itulah yang menjadi masalah Gipo dan saudaranya, hanya berdiam di bawah pohon tua, kedinginan, tanpa santapan di malam hari.

Rubby pergi ke hutan membawa lentera dan banyak bekal makanan, beberapa potong daging, roti, selai madu, dan susu cokelat hangat kesukaannya untuk menemani perjalanannya menuju hutan. Tekad yang besar mengalahkan rasa takut yang membuat pikirannya bimbang, berubah menjadi kelinci pemberani.

”Dimulai dari malam ini dan seterusnya, aku tidak akan kedinginan lagi, tidur nyenyak dan bermimpi menjadi seorang cendekiawan.” Ucap Rubby.

Rubby melangkah perlahan sambil memperhatikan keadaan sekitar, melihat ke kiri dan kanan, tetap waspada menghindari mara bahaya di hutan.

Suara langkah Rubby membangunkan serigala yang sedang tertidur, aroma mangsa yang menyengat membuat perutnya semakin keroncongan. Lagi-lagi hal itu membuatnya kesulitan untuk bergerak, tubuhnya lemas, dan memilih untuk merunduk kembali.

“Banyak sekali ranting yang aku temukan, tapi sayang, tak mungkin ranting sebanyak ini bisa kubawa sendiri.” Ucap Rubby.

Dia terkejut, matanya terbelalak ketika melihat sepasang serigala di bawah pohon, serigala itu melihatnya, dan anehnya tak segera bergerak memangsa. Rubby heran.

“Mengapa serigala itu tidak mengejarku, apakah dia tidak tertarik dengan kelinci sepertiku? Bukankah aku makanan lezat bagi mereka?” Ucap Rubby sambil menggaruk kepalanya keheranan.

Rubby mendekati kedua serigala itu dan melihat mereka sebagai serigala yang malang. Menahan lapar, dan kehausan.

“Hei, serigala! Apa yang terjadi dengan kalian?” Tanya Rubby pada kedua serigala.

“Kami kelaparan, tenang saja, kami tidak akan memangsamu, kau akan kami lepaskan.”

Rasa iba pun muncul, terlintas dalam pikiran Rubby untuk memberikan bekalnya untuk serigala itu.

“Kalian lapar? Aku membawa bekal, jika kalian mau, kalian boleh memakannya.”

“Apakah benar kau akan memberikan bekal itu pada kami?”

“Iya benar, aku tidak bisa meninggalkan kalian dalam keadaan kelaparan.”

“Sebenarnya apa tujuanmu berjalan malam hari di hutan?”

“Aku mencari dedaunan kering dan ranting, untuk membuat api unggun di tempat tinggalku, supaya terasa hangat dan bisa tidur lebih nyenyak.”

“Baiklah, kami akan memakan bekal yang kau bawa, dan membantu mengambilkan ranting itu ke rumah mu, sebagai tanda terima kasih.”

Mereka berjalan beriringan sambil membawa ranting dan menuju ke rumah Rubby si kelinci. Membuat api unggun dan menikmati kehangatan bersama.

 

 

Indra Rahayu, pemuda Ciamis dengan segudang aktivitas di berbagai komunitas seni dan literasi. Aktif menulis dongeng, cerbung, dan cerpen. Beberapa karyanya pernah diterbitkan dalam antologi bersama, salah satunya puisi dalam antologi "Wadah Kegembiraan." Cuplikan aktivitas kesehariannya bisa diintip di akun instagramnya @indrarahayup.