Sepotong Ingatan Almira

27/03/2024

Hamparan rumput segar diterpa sinar matahari yang menguapkan embun di daun-daun. Dataran di puncak bukit itu lengang. Lapang. Di kejauhan gedung-gedung kota tampak seperti rumah mainan yang menjulang. Almira menggosok-gosokkan alas sepatunya ke rumput, mengempaskan pantatnya lalu meluruskan punggung, memandang langit yang sedang biru. 

Sebuah pesawat melintas.

"Kapan kita liburan, Zio?" Embusan nafas terdengar. Almira tak perlu jawaban. Tarikan napas panjang dan embusan yang kuat itu sudah cukup jadi penanda. 

"Aku ingin bersamamu. Menikmati perjalanan jauh. Sekali saja. Kumohon." 

Angin sepoi, dedaunan cemara bergoyang perlahan. Almira memejamkan mata. Menikmati desir angin, bau rumput, dan keheningan yang menenangkan, jauh dari hiruk-pikuk lalu lintas padat di pusat kota. Suara gitar berdentang. Senandung yang keluar dari mulut itu merangkai lagu "Greatest Bastard" Damien Rice. Almira tersenyum. Ia selalu suka cara Zio memetik gitar dan mendendangkan lagu. Seperti ada sihir tersendiri yang membetotnya ke dunia warna-warni yang tak dikenal. Zio akan mengakhirinya dengan senyum paling manis hingga Almira lupa segala masalah yang dihadapinya. Zio selalu tahu bagaimana cara mengembalikan suasana hati Almira yang berantakan. Zio selalu mampu membuat Almira merasa jadi wanita paling beruntung. Zio selalu positif. Karena itu Almira bertahan mencintai Zio bertahun-tahun. Almira rela menunggu. Semua hanya soal waktu, katanya. Perayaan dan upacara apa pun tak begitu penting. Peresmian hanya seremonial. Almira percaya, ikatan hati mereka terlalu kuat untuk dipisahkan. 

"Zio, aku ingin terbang. Bawa aku jalan-jalan jauh, ya. Berdua saja," sekali lagi Almira bergumam. 

Ricik air sungai di lembah, angin sepoi, daun cemara bergoyang, bau rumput segar. Mata Almira terbuka, sebuah pesawat udara melintas lagi. Ingatannya memanggil pandangan mata terakhir. Pesawat tempur Zio oleng saat melakukan terbang akrobatik, jatuh, dan menimpa rumah penduduk, lalu meledak. Peringatan ulang tahun TNI. Zio menerbangkan pesawat tak jauh dari bandara. Almira ada di sana, duduk di antara penonton dengan kebanggaan penuh. 

Almira selalu kembali ke bukit ini, tempat dia dan Zio melarikan diri dari rutinitas. Memandang langit, bercerita, menikmati saat-saat berdua dan manisnya cinta. 

"Zio, kapan kau akan membawaku pergi jauh?" 

Pertanyaan Almira dibalas embusan nafasnya sendiri.

 

 

 

*Cerpen di atas diambil dari buku kumpulan cerpen berjudul “Perempuan yang Berhenti Membaca” (Langgam Pustaka, 2020) karya Ratna Ayu Budhiarti.

 

Ratna Ayu Budhiarti  menulis puisi, cerpen, artikel, resensi, dan fiksimini. Menulis naskah untuk Teater Musikal Inggit (2020). Menulis beberapa buku tunggal, serta tergabung dalam 53 buku antologi bersama (puisi dan cerpen). Karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Perancis, Korea, dan Rusia.